Ads 468x60px

AJARAN PAUS FRANSISKUS = "SESAT"? (2)


HIK: HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
HARAPAN IMAN KASIH
DIA.LO.GUE:
AJARAN PAUS FRANSISKUS = "SESAT"?
Ecclesia semper reformanda - Gereja harus "selalu diperbarui, in permanent genesis."
(PART II)
"Berdoalah untukku!“
Kata-kata ini diucapkan Paus Fransiskus dan ditujukan kepada kaum beriman yang menyaksikan pemilihannya di depan Kathedral Santo Petrus di Roma. Sejak itu dan sampai sekarang, Paus selalu mengulangi permintaan ini: "Berdoalah untukku!“
"Dan sekarang saya ingin memberikan berkat, tetapi sebelumnya saya mempunyai sebuah permintaan. Sebelum Uskup memberkati umatnya, saya mohon, saudara meminta kepada Tuhan, agar Dia memberkati saya: Doa dari umat untuk memohon berkat bagi uskupnya. Berdoalah untuk saya! Panjatkanlah doa bagi saya dengan hening.“ (Kata-kata Paus Fransiskus pada tanggal 13 Maret 2013, saat beliau dipilih sebagai Paus).
Di lain matra, beberapa waktu lalu, ada beberapa orang yang menerima "Surat terbuka kepada Paus Fransiskus“ tulisan Dr Kelly Bowring, seorang doktor teologi di Amerika Serikat, yang menyerang Paus Fransiskus sebagai “selundupan setan“.
Yang mencolok adalah bahasa keras dari Dr Kelly Bowring. Saya kutip: "Apa Anda nabi palsu penuh bohong dan penipuan yang seperti diramalkan akan membawa Gereja ke perpecahan? Apa Anda sang anti-Yohanes Pembaptis dan pendahulu anti-kristus yang akan menjadi penguasa dunia?“ Wow, wow, wow!
Bowring tidak sendirian. Di Indonesia, misalnya, beredar "pesan harian" dari "Yesusmu" kepada seorang "puteri-Ku yang terkasih“ yang namanya MS. Namun, ternyata pesan-pesan itu berasal dari "MDM“, alias "Maria Divine Mercy", nama samaran seorang ibu anonim di Dublin, Irlandia.
Sejak lima tahun ini, hampir setiap hari ia mengirim "pesan“. Ia mengklaim pesan itu diterima “langsung” dari Tuhan Yesus atau Bunda Maria (hal itu sudah dinyatakan tak benar oleh Uskup Agung Dublin, Mgr Martin Diarmuid). Yang menarik: di pesan-pesan manis nan suci itu, ia sering menyembunyikan ‘tusukan’ terhadap Paus.
Lebih lanjut, Bowring menulis bahwa bisa saja seorang paus jatuh ke dalam kesesatan. Namun, andaikata Paus Fransiskus betul-betul sesat, masakan Paus Emeritus Benediktus XVI (seorang teolog kelas wahid), dan para kardinal "konservatif“ seperti Kardinal Meisner, Gerhard Müller, atau Burke (yang disebut-sebut kurang senang dengan kepemimpinan Fransiskus) tidak "menyadarkannya"? Toh kenyataannya mereka mengakui Bapa Suci. Paus Fransiskus justru mendapat dukungan antusias dari kebanyakan uskup dan kardinal.
Bowring seorang teolog. Mestinya ia tahu bahwa seorang paus bisa saja sesat, tetapi Gereja pasti tidak bisa. Yang sesat lalu yang mana? Ribuan uskup dan teolog yang setia mengikuti Paus dengan penuh semangat, atau seorang doktor teologi bernama Kelly Bowring dam segelintir kelompok para teolog nya?
Dalam surat terbuka, Bowring berulang-ulang memperingatkan Paus Fransiskus bahwa ia tidak dapat mengubah sedikit pun dari ajaran Gereja. Fransiskus pasti setuju. Masalahnya: Bowring menyembunyikan bahwa ajaran Gereja yang sama sekali tidak dapat diubah hanyalah Credo ("Aku Percaya“) dan dogma.
Bowring tidak memperhatikan bahwa ajaran Gereja harus lebih didalami dan dirumuskan dengan tepat. Di Konsili Firenze (1445), Gereja menegaskan bahwa "di luar Gereja tak ada keselamatan“. Namun dalam Konsili Vatikan II (1965) Gereja menyatakan bahwa orang yang tidak dibaptis juga dapat diselamatkan.
Yang dituduhkan Bowring kepada Paus adalah bahwa Fransiskus memakai "kedok belas kasihan palsu“, dan kurang tegas menolak hubungan seks bebas, hubungan homoseks, abortus, kontrasepsi. Ia juga menuding Paus ragu- ragu terhadap larangan menerima komuni bagi orang yang kawin lagi sesudah cerai, dan mau mengubah arti Ekaristi kudus.
Apa benar? Paus Fransiskus tak pernah membiarkan seks bebas atau abortus. Ia tak pernah mau mengubah arti Ekaristi. Ia tak pernah membenarkan hubungan homoseks, namun memang menolak menghakimi orang homoseks.
Yang betul: Paus Fransiskus mengajak para uskup di sinode yang baru saja berlangsung untuk mempertimbangkan dalam terang Roh Kudus apakah perlu dipertahankan bahwa orang Katolik yang kawin tak sah tidak boleh menyambut komuni untuk selamanya?
Fransiskus tidak mau mengubah ajaran Gereja. Ia menyadarkan kita bahwa Gereja hanya setia pada panggilannya kalau ia memancarkan belas-kasihan Ilahi.
Di lain segi, mereka menganggap diri mereka sebagai kawanan kecil yang setia “di zaman akhir” (MDM), sementara sebagian besar umat bersama para pemimpin dianggap sudah sesat. Mereka menganggap diri lebih benar daripada 1,3 miliar umat Katolik yang bersatu dengan para uskup di bawah Paus.
Mari kita bersyukur bahwa Tuhan telah memberikan kita seorang Paus Fransiskus. Yesus tidak akan meninggalkan Gereja-Nya: "Pastores Dabo Vobis" - "Aku akan memberikan gembala gembala bagi kalian."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
"NO COMPLAINING!"
Paus Fransikus tidak suka "mengeluh dan pengeluh." Dalam banyak homilinya, Paus sering kali meminta orang Kristen untuk tidak murung, tidak pengeluh dan pemarah, dan kini sebuah tanda yang dipasang pada pintu apartemennya menegaskannya lagi.
Secara harafiah, tulisan pada papannya diterjemahkan: "No Complaining - Dilarang Mengeluh", menurut sumber koran Italia, La Stampa.
Dalam bahasa Italia dijelaskan lebih lanjut bahwa "pelanggarnya akan terkena sindrom "merasa menjadi korban" yang menurunkan mood dan kemampuan untuk memecahkan masalah." Dan "sanksi" tersebut menjadi berlipat ganda jika pelanggaran dilakukan di hadapan anak-anak."
"Untuk menjadi yang terbaik dari diri Anda sendiri, Anda harus berfokus pada potensi Anda sendiri dan tidak berdasarkan batas Anda sendiri, jadi berhentilah mengeluh dan bertindaklah untuk mengubah hidup Anda menjadi lebih baik," demikian tertulis di papan itu.
Seorang pastor tua, teman Paus Fransiskus mem-foto gambar tanda itu; yang merupakan hadiah untuk Paus dari seorang psikolog sekaligus motivator, Dr. Salvo Noe.
Paus awalnya ingin menempatkan tanda itu di pintu kantornya, di mana ia sering menerima tamu, namun tidak jadi karena kuatir akan menimbulkan salah pengertian, maka kemudian Paus memutuskan untuk menggantungnya di pintu apartemennya di Rumah Santa Marta.
Paus Fransiskus sering meminta orang Kristen untuk menjadi saksi iman yang menyenangkan dan bukan orang yang suram.
Pada tahun 2013, dia membandingkan orang-orang Kristen yang sedih dengan "acar paprika" : "Kadang-kadang wajah orang-orang Kristen melankolis ini memiliki lebih banyak kesamaan dengan paprika acar daripada kegembiraan karena memiliki kehidupan yang indah," katanya.
Pada tahun 2014, dia mengatakan bahwa tidak ada yang namanya "orang suci yang sedih atau suram."
Pada bulan April tahun 2017 ini, Paus mengatakan kepada imam bahwa pesan Injil "tidak akan pernah suram atau acuh tak acuh, karena ini mengungkapkan kegembiraan yang sepenuhnya bersifat pribadi."
"SOP"
S imple
O ptimis
P ositif thinking....
"PSB" - "PERATURAN SANTO BENEDIKTUS"
PSB 40 art 9:
"Hendaknya para saudara yang berdiam di situ memuji Allah dan tidak menggerutu. Lebih-lebih kami ingin memperingatkan, janganlah menggerutu!!."
B.
SHARING PAUS FRANSISKUS TENTANG HIDUP SEHARI-HARI.
Koran Argentina La voz del Pueblo (Suara Rakyat) mewawancari Paus Fransiskus. Inilah laporan dari Wartawan itu yang disarikan oleh Vatican Insider:
Saya tidak pernah mimpi jadi Paus:
“Saya tidak pernah mimpi jadi Paus, tidak pernah!
Atau juga menjadi Presiden Argentina atau Jenderal angkatan bersenjata.
Anak-anak biasanya mempunyai mimpi seperti itu. Saya tidak!
Setelah diangkat menjadi pemimpin dalam beberapa posisi selama 15 tahun, termasuk menjadi provinsial Jesuit, akhirnya saya kembali lagi menjadi imam biasa dan bapa pengakuan.
Sebagai seorang religius Jesuit kita berubah sesuai yang dibutuhkan oleh Gereja.
Dalam arti sebagai kemungkinan, saya sudah papabilis waktu konklav sebelumnya... dan konklav yang terakhir ini saya sudah berumur 76 tahun dan banyak calon Paus lain yang tentu saja sangat pantas...
Saya tidak pernah berfikir bahwa ada kardinal yang akan menyebut nama saya sebagai calon, tidak seorangpun...!
Umat baik bagi saya:
Saya menyukai audiensi publik dalam pengertian manusiawi dan spiritual.
Umat adalah baik bagi saya...
Seolah-olah hidup saya terus berlangsung berkat interaksi dengan umat.
Secara psikologis, saya tidak bisa hidup tanpa umat.
Saya bukan seorang rahib. Itulah sebabnya saya memilih tinggal di rumah Santa Marta ini.
Ini adalah rumah singgah yang mempunyai 120 kamar; kami penghuni tetap ada 40 orang di sini yang bekerja di Kepausan dan yang lain adalah para tamu: uskup, imam, awam yang singgah sementara.
Hal itu sangat bermanfaat besar bagi saya. Datang ke ruang makan ini, di mana semua orang makan bersama, merayakan ekaristi di kapel, yang dihadiri juga oleh umat dari luar tembok Vatikan, dari paroki – paroki sekitar, empat kali seminggu...Saya sungguh menikmati ini.
Saya menjadi imam sehingga saya bisa berada bersama umat.
Saya bersyukur kepada Tuhan karena tidak membiarkan saya kehilangan kerinduan untuk berada bersama umat.
Hal-hal yang hilang dari hidupku
“Saya rindu bisa jalan-jalan dengan bebas dan pergi ke pizzeria (warung pizza) untuk makan pizza yang enak.
Ketika saya masih Cardinal, saya suka naik kereta api bawah tanah.
Saya menikmati suasana kota.
Saya ini darah daging anak kota. Saya tidak bisa hidup di pedesaan.
Di Vatikan ini, saya bisa mengunjungi paroki, tetapi saya tidak bisa jalan-jalan.
Coba bayangkan kalau Paus keluar ke jalan!
Suatu hari saya coba keluar sendiri bersama sopir.
Dan saya lupa menutup kaca jendela mobil.
Saya tidak memperhatikan bahwa jendela itu terbuka.
Umat melihat dan terjadilah kemacetan total.
Mobil kami dikerumuni umat yang mau bersalaman dengan Paus dan lalu lintas macet total.
Keadaan menjadi kacau dan petugas keamanan Vatikan serta Polisi Italia menjadi cemas akan keselamatan Paus yang tidak ada pengawal.
Saya menjadi sadar, itulah akibatnya kalau melanggar protokol kepausan.
Saya minta maaf atas kesalahan saya itu dan sejak itu saya taat total pada aturan Vatikan.
Tidur
Saya ini cepat tertidur begitu kepala saya menyentuh bantal.
Saya cepat padam seperti lampu. Saya tidur 6 jam.
Saya biasanya masuk kamar tidur jam 21.00 dan membaca sampai jam 22.00.
Sekarang ini saya juga membaca buku St. Silouan the Antonite, seorang guru rohani yang besar.
Ketika salah satu mata saya mulai berair, saya matikan lampu dan saya tidur sampai jam 4 pagi.
Pada jam itu saya terbangun dengan sendirinya tanpa alarm, karena “jam tubuh” saya sudah membangunkan saya.
Menangis
Saya menangis jika melihat penderitaan manusia.
Contohnya, ketika saya menyaksikan para pengungsi Rohingnya yang terapung – apung di laut Thailand, dan ketika mereka bisa merapat, mereka diberi minum dan kemudian diusir lagi ke tangah laut. Tragedi itu membuat saya menangis.
Juga bila saya melihat anak – anak menderita penyakit langka, sebagai akibat dari pencemaran lingkungan, perut saya merasa mual.
Jika saya melihat anak – anak itu saya bertanya kepada Tuhan: Mengapa mereka dan bukan saya ya Tuhan? Saya juga sedih kalau mengunjungi penjara.
Saya pergi ke Penjara Rebibbia pada hari Kamis Putih.
Saya juga mengunjungi penjara – penjara di kota Italia lainnya.
Saya makan bersama narapidana dan ketika berbicara dengan mereka, pikiran ini muncul di benakku: Aku pun bisa masuk di sini.
Tidak seorang pun dari kita bisa merasa pasti bahwa tidak akan melakukan suatu kejahatan yang membuat kita dipenjara.
Sehingga saya bertanya kepada Tuhan: mengapa Tuhan tidak membuat saya juga dimasukkan ke dalam penjara? Saya merasa sedih karena mereka.
Saya bersyukur bahwa saya tidak ada di sana dan kadang – kadang saya merasa bahwa rasa syukur ini saya nikmati hanya karena mereka tidak memiliki kesempatan seperti yang telah saya alami. Hal ini membuat hati saya menangis.
Saya sungguh menangis secara pribadi... saya tidak menangis di depan publik.
Takut sakit?
Pada umumnya saya tidak takut.
Saya ini ceroboh, bertindak tanpa memikirkan konsekuensinya.
Kadang – kadang saya merasa sakit kepala karena saya telah berbicara terlalu banyak.
Kalau sakit itu menyerang, saya ada di dalam tangan Tuhan; Saya berbicara kepada Tuhan dalam doa – doa saya dan saya katakan kepada-Nya: Tuhan... biarlah apa yang akan terjadi, terjadi saja, saya hanya mohon berkat-Mu, jangan buat saya menderita. Karena saya ini penakut menanggung sakit secara fisik.
Penderitaan moral dapat saya tanggung, tapi fisik tidak.
Saya takut sakit secara fisik bukan dalam arti saya takut jarum suntik, melainkan saya ingin tidak punya banyak masalah dengan sakit fisik.
Saya tidak bisa toleransi dalam hal ini, mungkin karena akibat dari operasi paru – paru yang saya alami ketika saya umur 19 tahun dulu.
C.
Pope Francis's "staycation".
Paus Fransiskus tidak pergi "jalan-jalan".
-Berdoa dan membaca, dan bangun agak siang.-
Ini kata Paus Fransiskus tentang kebiasaan liburan di masa kecilnya.
"Keluarga kami bukan orang kaya, kami tidak terbiasa pergi berjalan-jalan.
Kami tidak kaya.
Biasanya (penghasilan) kami bisa melewati sampai akhir bulan namun tak banyak tersisa.
Kami tidak memiliki mobil, kami tidak pergi berlibur, atau hal-hal semacam itu", katanya.
Ayah Paus Fransiskus menginginkan putranya untuk mencari pekerjaan pada saat libur sekolah.
Jorge kecil (kelak Paus Fransiskus) pernah bekerja sebagai janitor di pabrik kaos kaki pada saat libur sekolah.
Pada tahun- tahun berikutnya, ketika sudah menjadi pemuda, ia juga pernah bekerja di laboratorium obat-obatan sambil sekolah.
Kebiasaan "tidak pergi berjalan-jalan/berlibur" pada masa kecil dan masa pemudanya menjadi suatu kebiasaan yang melekat pada dirinya sampai sekarang.
Paus Fransiskus, tidak seperti Paus -paus lainnya; tinggal di apartemen nomor 201 di Casa Santa Marta di Vatikan.
Gedung ini awalnya didirikan oleh Paus Yohanes Paulus II sebagai tempat tinggal bagi para kardinal selama mereka menjalani konklaf/pemilihan Paus baru.
Berupa apartemen dengan 5 lantai, dan Paus Fransiskus kini menempati apartemen di lantai dua, yang meliputi sebuah ruang tamu, ruang kerja, ruang tidur, dan sebuah kamar mandi.
----------
Dulu, Santo Paus Yohanes Paulus II selalu memilih pergi ke gunung sebagai acara liburannya.
Gunung-gunung yang tinggi; semakin tinggi semakin baik, dengan berjalan dalam kesunyian dan kontemplasi dalam tiap langkahnya.
Untuk Paus Benediktus XVI, berlibur berarti membaca buku, belajar, bermain piano, berdoa di pegunungan, atau di Castel Gondolfo.
Untuk Paus Fransiskus, berlibur baginya adalah tinggal di rumah, tetap melakukan kegiatan-kegiatan pertemuan, audiensi, perayaan dan acara-acara biasa, dengan lebih santai.
Sebuah rumah peristirahatan untuk berlibur para Paus, yang di dalamnya terdapat kolam renang pribadi, yang dibangun Paus Yohanes Paulus II, malahan tidak pernah dipakai baik oleh pendirinya maupun oleh Paus- paus berikutnya sampai sekarang, dan kini menjadi museum yang terbuka bagi umum.
Paus Fransiskus mengingat, liburan nya yang terakhir; yang berarti "jalan-jalan jauh dari rumah" adalah pada tahun 1970-an.
Setelahnya, Jorge selalu memilih menghabiskan liburan musim panasnya tanpa meninggalkan tempat tinggal dan kota kediamannya, dan tetap melakukan kegiatan seperti biasa.
D.
Paus Fransiskus dan Teologi Pembebasan
Pada cover majalah “Time”, yang diterbitkan sementara Bapa Suci sedang dalam perjalanan ke Brasil, ada sebuah foto dirinya dengan judul ini: “The People’s Pope”. Yaitu Paus dari orang kebanyakan atau lebih baik lagi “Paus dari rakyat”.
Bisa juga dikatakan memang bahwa Fransiskus mewujudkan, dalam sikapnya, dalam pengajarannya, dalam sejarahnya dan dalam sosok penggembala-nya, “teologi pembebasan yang benar” yang telah diwartakan bertahun-tahun oleh Joseph Ratzinger dan Yohanes Paulus II.
Sambil menunjukkan kesalahan-kesalahan dari “teologi pembebasan” yang pernah tersebar pada tahun-tahun tujuhpuluhan di Amerika Latin, teologi-teologi seperti yang dicetuskan oleh Gustavo Gutierrez, Camillo Torres, Leonardo dan Clovis Boff, lalu Jon Sobrino dan lain-lain, yang berkhayal untuk mewujudkan Injil dengan merangkul analisis-analisis Marxis yaitu perjuangan kelompok-kelompok dan revolusi. Sebuah kesalahan yang dramatis.
BOFF BERBALIK ARAH
Akhir-akhir ini seorang diantara mereka, Clovis Boff, ikut mengambil suara untuk memberikan pengakuannya kepada ajaran Gereja dari Ratzinger, dari Yohanes Paulus II dan tentu saja –kita lihat – dari Bergoglio.
Tanggal 11 Maret 2013, ia memberikan wawancara kepada harian Brasil “Folha de S. Paulo”, dengan judul ini: “Irmão de Leonardo Boff defende Bento 16 e critica Teologia da Libertação”.
Dengan menunjuk kepada apa yang saat itu ditulis oleh kardinal Ratzinger, Clovis Boff berkata:
“Ia telah membela proyek penting dari teologi pembebasan: komitmen kepada orang miskin karena iman. Pada saat bersamaan, ia telah mengkritik pengaruh Marxis. Gereja tidak bisa memulai negosiasi-negosiasi mengenai esensi iman: bukanlah seperti masyarakat sipil di mana orang dapat mengatakan apapun yang dia inginkan. Kita terikat kepada sebuah iman dan jika seseorang meyakini sebuah iman yang berbeda, maka ia mengecualikan dirinya dari Gereja. Dari awal ia telah memiliki keperluan yang jelas untuk menempatkan Kristus sebagai fondasi dari seluruh teologi.”
Sebaliknya, “dalam wacana hegemonik dari teologi pembebasan,” Clovis Boff mengakui:
“Saya telah memperingatkan bahwa iman dalam Kristus hanya muncul di latar belakang. ‘Kristianisme anonim’ oleh Karl Rahner adalah alasan besar untuk mengabaikan Kristus, doa, sakramen-sakramen dan misi, dengan memfokuskan pada transformasi struktur sosial.”
Teolog itu menyimpulkan dengan sebuah kenangan pribadi yang sangat bermakna:
“Di tahun 70-an kardinal Eugenio Sales menarik sertifikat-ku untuk mengajar teologi di Universitas Katolik Rio. Sales dengan hangat menjelaskan kepada saya: 'Clovis, saya pikir kamu salah. Melakukan kebaikan saja tidak cukup untuk menjadi seorang Kristen, yang utama adalah mengakui iman'. Sales benar, pada kenyataannya, Gereja telah menjadi tidak relevan. Dan tidak hanya Gereja, tetapi juga Kristus.”
Maka, jika teologi pembebasan “itu” telah rusak, begitu pula dengan sistem Marxis, demikian telah tumbuh teologi pembebasan yang “benar”. Justru Ratzinger-lah yang telah menjadi promotor-nya yang kuat dan Bergoglio adalah sang buah yang matang.
Dan disinilah, kita menemukan lagi benang merah yang mengikat dua orang Allah itu. Ternyata diketahui bahwa Bergoglio di Amerika Latin adalah salah satu pendukung yang paling bergelora dari jalur yang disarankan oleh Gereja ini, yaitu, pelukan kepada orang miskin, baik dalam kehidupan materi dan dalam rohani, menggugat ketidakadilan yang mendalam yang menindas begitu banyak orang, tetapi dengan pewartaan Injil, dan bukan dari ideologi Marxis.
Ikatan itu membawa sampai kepada Konklaf di bulan Maret yang lalu. Dan justru kunjungan Paus Fransiskus di Brasil untuk Hari Pemuda Sedunia itulah yang memungkinkan kita untuk mengetahuinya. Hal itu dikatakan oleh Lucio Brunelli dengan sebuah artikel pada "Terre d'America" oleh Alver Metalli.
SEMUA BERAWAL BERSAMA MARIA.
Brunelli, menekankan "takdir yang tidak biasa" yang "terus mengikat paus yang berkuasa dan Paus emeritus" - di samping dari kasih sayang dan penghargaan pribadi - menunjukkan sebuah tempat penuh makna: tempat peziarahan Maria dari Aparecida, yang merupakan jantung Kristen di Brasil.
Dan di sana, di kaki Bunda, Paus Fransiskus berdoa pada tanggal 24 Juli 2013 sebelum bertemu dengan dua jutaan orang muda. Dan di Santuari itulah, Benediktus XVI pada tanggal 13 Mei 2007 berkunjung, dikelilingi oleh sebuah kerumunan besar orang-orang.
Mengapa di Aparecida diadakan Konferensi Umum kelima dari Waligereja dari Amerika Latin dan dari Karibia?
“Pertemuan itulah,” kata Brunelli, “yang menguduskan sosok Uskup Agung Buenos Aires, Bergoglio, sebagai pemimpin benua Gereja Amerika Latin. Reputasinya sebagai abdi Allah sudah lebih dulu dikenal. Cara hidupnya, ruang yang dicadangkan untuk berdoa, penolakan atas kemewahan dan perhatian menginjil kepada orang miskin, itu semua adalah gambar yang telah dikenal dengan baik oleh banyak para konfraternya. Inilah sebabnya mengapa banyak dari mereka sudah memilih dirinya di dalam konklaf tahun 2005.
Tapi di Aparecida, para uskup Amerika Latin (dan tidak hanya mereka) juga menemukan kemampuan untuk ‘memerintah’ dari Bergoglio.”
Bahkan, ia telah diangkat sebagai ketua komisi untuk menuliskan dokumen akhir, sebuah tugas yang rumit karena ia harus menunjukkan jalan kepada sebuah Gereja yang kompleks, di sebuah benua yang paling Katolik sedunia dan justru sementara mereka tengah mengalami perubahan penuh gejolak (jurang default Argentina, pertumbuhan perlahan ekonomi Brasil).
Bergoglio berhasil mengungkapkan dengan harmoni, semua kepekaan yang berbeda dan – kata Brunelli – “ menghargai bersama devosi rakyat dan acuan-acuan yang paling otentik dari teologi pembebasan, yang dimurnikan dari kerak ideologis pada tahun 70-an”.
Di dalam homili yang diucapkannya di Aparecida pada tanggal 16 Mei 2007, setelah keberangkatan Paus Benediktus, dari awal orang telah sungguh melihat - kata Brunelli - semuanya dari Paus Fransiskus:
“Roh memproyeksikan Gereja ke pinggiran-pinggiran, bukan hanya pinggiran geografis dunia yang dikenal melalui budaya, tetapi pinggiran kehidupan. Roh memandu kita, memimpin kita di jalan menuju setiap pinggiran kemanusiaan: yaitu pinggiran dari tidak mengenal Allah ... dari ketidakadilan, dari kesedihan, dari kesepian, dari kurangnya makna ...”.
Dalam sebuah wawancara berikutnya dengan majalah Katolik Italia “30 Giorni”, Bergoglio mengucapkan terima kasih dan memuji Paus Benediktus karena telah menghendaki untuk menghargai kontribusi dari semua pihak.
Kemudian, ia menyimpulkan:
“Dokumen Aparecida tidak berakhir dalam dirinya sendiri, ia tidak menutup, ia bukan merupakan langkah terakhir, karena pembukaan akhir terletak pada misi. Pewartaan dan kesaksian dari para murid. Untuk tetap setia maka diharuskan keluar. Untuk tetap setia kita keluar. Ujungnya, inilah yang dikatakan oleh Aparecida”.
Brunelli mengamati:
“Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa hanya di Aparecida tersembunyi bagian rahasia dari pemilihan Bergoglio kepada Tahta kepausan. Beberapa kardinal Brasil, mulai dari temannya, Claudio Hummes, Uskup Agung Emeritus dari São Paulo, adalah orang pertama yang mempromosikan pencalonannya selama konklaf terakhir. Banyak orang mungkin mengingat foto Fransiskus, setelah pemilihan, di mini bus bersama para kardinal ceria lainnya. Duduk di sampingnya adalah Kardinal dari Aparecida, Raymundo Damasceno Assis. ‘Pada saat orang mulai memfoto – ia mengatakan kepada kami – kami ingat dengan paus yang baru suasana persaudaraan yang dialami saat konferensi uskup dari benua itu, dan saya tengah ingin mengajaknya untuk kembali ke Aparecida, pada kesempatan Hari Pemuda Sedunia’ “.
Paus yang baru langsung mengiyakan: ia ingin kembali ke sana kepada Maria, dari mana semuanya diawali.
PERKATAAN SANG MUSUH
Justru musuh bebuyutan Bergoglio, intelektual Argentina bernama Horacio Verbitsky, yang menyebut paus baru sebagai “sebuah aib bagi Argentina dan Amerika Selatan”, yang menerangkan bahwa Fransiskus, yang diharapkan di Brasil oleh lautan manusia, akan menjadi tanda sejati dari kelahiran kembali secara Kristen.
Bahkan, ia dengan marah berkata kepada harian “Fatto quotidiano” bahwa “populisme Bergoglio dari sayap kanan adalah satu-satunya yang dapat bersaing dengan populisme sayap kiri.
Saya membayangkan bahwa peranannya terhadap benua kita akan mirip dengan Yohanes Paulus II kepada blok Soviet pada waktu itu, meskipun ada perbedaan antara dua periode dan dua pria. Bergoglio menggabungkan sentuhan populis Yohanes Paulus II dengan kehalusan intelektual Ratzinger. Dan Bergoglio lebih politis daripada keduanya.” Itu berarti ia akan menjadi Paus besar. Bukan dari sayap kanan dan sayap kiri: melainkan dari Kristus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar