KILAS BALIK
@ Biara Jasna Gora
Tempat peziarahan favorit St Johanes Paulus II dan St Faustina.
Tak seperti Krakow yang begitu turistik (dibuktikan dengan shuttle bus yang tak putus-putusnya ke Krakow dari bandara Katwice), Czestochowa, sekitar 60-an km dari Katowice hanya sebuah kota kecil. Walaupun begitu ternyata kota kecil yang berpenduduk sekitar 25000 orang ini mempunyai magnet yang cukup kuat dan begitu penting bagi rakyat Polandia.
Czestochowa terkenal karena Monastery/Biara Jasna Gora dari para biarawan Ordo Pauline. Di dalam monastery tersebut terdapat lukisan Black Madonna (Maria Hitam) yang menjadi pusat peziarahan umat Katolik, terutama warga Polandia yang mayoritas memang beragama Katolik.
Menurut cerita, lukisan Black Madonna itu dibuat oleh Santo Lukas dan berada di Polandia selama lebih dari 600 tahun. Sebelum sampai di Jasna Gora, lukisan tersebut dibawa dari Yerusalem, melalui Konstantinopel dan Belz.
Mukjizat Black Madonna yang terkenal adalah saat raja John II Casimir Vasa berdoa kepada Our Lady of Czestochowa meminta perlindungan dari serangan Swedia pada abad ke-17, dan akhirnya mereka berhasil mengalahkan tentara Swedia.
Legenda mengatakan bahwa lukisan tersebut selamat dari kebakaran, namun api membuat bagian wajahnya menghitam (itulah kenapa kemudian disebut Black Madonna). Selain itu ada 2 goresan seperti bekas luka di pipi kanannya. Hal ini terjadi ketika kawanan Hussite merampok Jasna Gora pada abad ke-15. Ketika mereka hendak pergi dengan kereta kuda, kuda tidak mau bergerak, karenanya mereka melempar lukisan itu ke tanah dan menggores lukisan itu dengan pedang sampai 2x. Saat mencoba ketiga kalinya, sang perampok jatuh ke tanah dan meninggal.
Para biarawan berusaha menutup 'luka' tersebut, namun selalu gagal. Dan jadilah seperti yang sekarang kita lihat. Setelah kemenangan atas Swedia, raja Josh Casimir II menetapkan bahwa Our Lady of Czestochowa menjadi Ratu Pelindung Polandia.
Sampai saat ini devosi rakyat Polandia masih sangat kuat, bahkan ada kelompok peziarah berjalan kaki dari Warsawa yang berjarak lebih kurang 200 km. Terkesan, Jasna Gora penuh dengan para peziarah, bahkan kapel tempat lukisan Black Madonna itu selalu penuh dengan peziarah, dari jam 4 pagi sampai jam 9 malam, dimana hari sabtu selalu ada misa kudus setiap jamnya dan dalam bahasa Polandia.
Selain berdoa, mengaku dosa, mengikuti misa kudus, ada ritual lain yg dilakukan para peziarah, yaitu berjalan berlutut mengitari altar kapel tempat lukisan itu dipasang. Menurut para peziarah, ketika mereka memandang lukisan itu,mereka merasakan bahwa mata Bunda Maria tertuju kepada mereka.
Oh ya, ada sesuatu yang menarik bahwa lukisan Black Madonna ini diberi 'pakaian'. Jadi di depan lukisan aslinya, diberi jubah berbingkai sehingga yang tampak dari lukisan aslinya adalah wajah dan tangan Black Madonna dan Bayi Jesus yang digendongnya. Nah, jubah itu terbuat dari beludru yang dihiasi batu-batu permata dan ada cerita di balik masing-masing 'pakaian' yang pernah dikenakan Black Madonna.
Tak seperti tempat-tempat ziarah Bunda Maria lainnya yang dibangun karena peristiwa penampakan (Lourdes atau Fatima, misalnya), di Czestochowa tidak pernah ada cerita penampakan.
Bangunan biara Jasna Gora ini termasuk unik, karena merupakan benteng pertahanan bercorak militer di masa lalu. Jasna Gora terletak di puncak bukit dan merupakan tempat strategis untuk pertahanan. Seperti halnya benteng di jaman itu, di dalamnya ada istana, gereja dan bangunan-bangunan militer. Saat berjalan berkeliling, aura militer itu begitu terasa. Begitu juga saat mengunjungi museum di dalam kompleks itu.
Indahnya, semua orang bisa masuk alias gratis dimana perawatan bangunan mengandalkan sumbangan para dermawan dan peziarah. Bukan pemandangan yang aneh kalau melihat ada tenda di mana seorang biarawan berjualan roti. Saat kita mendekat, si biarawan berkata 'Bread, bread, for donation'.
NB:
Siapa yang tidak mengenal Yohanes Paulus II dengan nama kecilnya Karol Józef Wojtyła. Nama yang sedikit aneh dan asing tersebut memang berasal dari daerah Krakow di Polandia, namun spiritualitasnya (dalam sebuah catatan di Jasna Gora) tidak terlepas dari nuansa religius wilayah ini. Sebagai perbandingan, mungkin seperti pastor-pastor dari daerah Jawa yang religiusitas kekatolikannya banyak digali dari tempat ziarah Sendangsono di Muntilan.
Hal ini bisa dimaklumi mengingat Krakow yang sarat sejarah tidak banyak memiliki arti secara religius. Kecuali bahwa dari daerah ini muncul tokoh-tokoh yang religiusitasnya kuat dan cukup terkenal seperti St Maximilian Kolbe, seorang biarawan Fransiskan yang rela mengajukan diri dihukum mati menggantikan seorang bapak terhukum mati yang mau dieksekusi pada masa Nazi.
Yohanes Paulus II memang menjadi ikon sekaligus menjadi kebanggaan bangsa Polandia. Banyak patung Yohanes Paulus II, sebagai orang bijak yang baik di abad ini, dapat kita jumpai di Polandia, termasuk di Jasna Gora ini.
Mungkin di sinilah dapat kita jumpai patung terbesarnya. Sampai sekarang, profil Wojtila (dibacanya voi ti wa) masih sering ditampilkan di televisi-televisi Polandia dengan bahasa setempat. Sebagai bagian dari rumpun bahasa Slavic yang tidak ada hubungannya dengan bahasa Latin dan Inggris, tentu kita akan merasa sangat asing di daerah ini.
Kembali ke masalah religiusitas Barat, saya membayangkan bahwa Barat itu benar-benar sudah sekuler. Sangat tidak religius. Anti Tuhan. dan lain sebagainya. Nyatanya, ketika saya berkunjung di sini, gambaran itu berbeda. Orang-orangnya sangat religius. Gereja-gereja berfungsi dengan baik, bahkan menjadi kebanggaan mereka.
Jasna Gora yang artinya bukit terang/bukit cahaya, menunjukkan betapa wajah religiusitas dunia barat memang tidak seperti yang tergambar di sini atau banyak diceritakan. Saya sendiri berkunjung di sini. Betapa tidak, tidak kurang seribu orang berkunjung ke tempat ini setiap harinya. Jumlah tersebut meningkat pada bulan Oktober yang bagi jemaat Katolik didedikasikan untuk Siti Maryam, ibunda Yesus.
Di pintu gerbang masuk ke biara ini terpasang banyak bendera dari berbagai negara, orang-orang dari mana saja yang pernah datang ke sini.
Di tempat ini, selain ada gereja utama yang sangat besar, terdapat juga kapel-kapel kecil dengan nuansa khas abad pertengahan. Suasana ini mirip dengan banyaknya kapel-kapel di Basilika St Petrus di Vatican.
Di setiap kapel itu, banyak peziarah yang berdoa dan perayaan ekaristi digelar. Bahkan untuk mengikuti perayaan ekaristi di Gereja utama, jemaat harus antri hampir sepuluh meter.
Ekaristi dirayakan hampir setiap jam dalam satu hari dari pukul 04.00-21.00. Banyaknya orang yang antri itu meruntuhkan pandangan saya bahwa agama tidak punya masa depan di Barat. Dengan rasionalitasnya dan semangat kebebasannya, ternyata Jasna Gora dan lebih tepatnya bangsa Polandia masih mempertahankan sisi religiusitasnya.
Di lain segi, seni peradaban Kristen sangat kental ketika memasuki ruang-ruang gereja. Lukisan-lukisan dan patung rohani dengan sangat indah dapat kita saksikan di sini. Apalagi, cerita utama di sini terdapat lukisan Maria yang konon dilukis oleh Lukas penulis Injil. Lukisan Maria tersebut selamat dari perang di Turki dan kononnya lagi lukisan tersebut berasal dari Yerusalem.
Tentang Ikon Maria, saya jadi teringat Gereja Besar di Istanbul-Konstatinopel Hagia Sophia yang kemudian diubah menjadi masjid dan akhirnya dijadikan museum. Di tempat ini, meskipun Gereja besar tersebut pernah digunakan sebagai masjid, namun ikon Maria masih bertahan sampai sekarang.
Suasana kemiliteran memang sangat terasa di tempat ini dengan adanya benteng-benteng pertahanan, meriam, dan juga museum. Benteng-benteng yang ada diceritakan merupakan tempat bertahan bangsa Polandia dari serangan bangsa Swedia yang Protestan juga serangan bangsa Turki yang sudah ada di bawah kesultanan Islam. Sementara, di museum-museum diperlihatkan juga baju-baju perang pada abad pertengahan.
Hubungan raja Polandia dan raja-raja sekitarnya dengan biarawan-biarawan di Jasna Gora juga dapat kita lihat pada banyaknya persembahan yang diberikan para bangsawan kepada biara ini. Banyak benda-benda berharga yang tersimpan dengan rapi di biara ini termasuk emas permata yang sangat berharga.
Meskipun demikian, dari seorang warga yang kebetulan bisa berbahasa Inggris bernama Matias, dia menceritakan bahwa Polandia merupakan bangsa yang sangat toleran dalam hal agama.
Dia menceritakan, pada masa Nazi Jerman yang meskipun kamp pembantaian ada di Auzwich, orang-orang Polandialah yang banyak berusaha melindungi orang-orang Yahudi dari pembasmian.
Di negara-negara lain, seperti di Belanda dan di Turki, orang Yahudi banyak dikirim ke Jerman untuk kemudian dibawa ke kamp konsentrasi. Di Polandia, banyak Pastor yang mengecam pembantaian tersebut dan kemudian mereka sendiri bahkan dikirim ke kamp pembantaian.
Di Jasna Gora, kita juga masih bisa melihat roti-roti jatah makanan untuk para tawanan yang dijadikan butir-butir tasbih rosario. Konon, saking cintanya dan inginnya para tahanan dari Polandia yang berusaha melindungi orang Yahudi, mereka rela tidak makan demi bisa berdoa rosario.
Lalu ketika saya tanyakan, "bagaimana dengan perang antara Swedia yang Protestan dengan Polandia yang Katolik?" Dia mengatakan bahwa sebenarnya yang terjadi adalah perang politik. Perang antara kakak adik yang kebetulan menjadi penguasa masing-masing negara dan kemudian menjadikan agama sebagai isu untuk perang politik ini.
Akhirnya sayapun bisa mengamini, betapa agama seringkali dijadikan kedok untuk konflik-konflik antar penguasa terlebih di negeri kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar