Ads 468x60px

Obrolan Seputar "24 Jam untuk Tuhan." 9 - 10 Maret 2018.



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH. Obrolan Seputar "24 Jam untuk Tuhan."
9 - 10 Maret 2018.
Paus Fransiskus:
Gereja, Bunda dan Guru kita, bersama dengan obat kebenaran yang sering kali terasa pahit, menawarkan kepada kita dalam masa Prapaskah ini obat yang meringankan rasa sakit yakni "pda", "puasa, doa, dan amal/derma"
A.
PROLOG.
Paus Fransiskus:
Pada tahun 2018, diilhami oleh kata-kata Mazmur 130:4, 'Pada-Mu ada pengampunan,' hal ini akan berlangsung dari Jumat, 9 Maret sampai Sabtu, 10 Maret. Di setiap keuskupan, setidak-tidaknya satu Gereja akan tetap terbuka selama dua puluh empat jam terus-menerus dengan menawarkan kesempatan, baik untuk penyembahan Ekaristi maupun Sakramen Pengakuan.
Apa yang diminta secara khusus oleh Paus Fransiskus dalam rangka Masa Prapaskah yang sarat erat dan dekat dengan Kerahiman Ilahi? Beliau jelas meminta supaya diadakan 24 Jam bagi Tuhan. Acara ini diadakan serentak di seluruh dunia pada hari Jumat dan hari Sabtu menjelang Hari Minggu Prapaskah IV di semua keuskupan, 9 - 10 Maret 2018.
Pada kesempatan itu, umat wajib diberi kesempatan untuk menerima sakramen rekonsiliasi, berdoa secara intensif, dan merevisi hidup rohaninya sendiri. Lewat sakramen rekonsiliasi, manusia dapat menyentuh langsung Allah yang Maharahim serta memperoleh kedamaian hati. Jelasnya,
Paus meminta supaya Gereja terbuka 24 jam pada hari yang ditentukan.
B.
MEMBACA TEKS.
Pada hari "24 Jam untuk Tuhan" itulah, kita diberi kesempatan untuk mengaku dosa, untuk berdoa di hadapan Allah sekaligus ber-rekonsiliasi dengan Tuhan, sesama dan semesta. Paus menambahkan, ini adalah kesempatan untuk berdoa bersama-sama dengan seluruh Gereja, seluruh dunia. Tak tahukah kamu betapa kuat dan dahsyatnya kekuatan doa bersama dan serentak ini?
1.
Pesan Prapaskah Paus Fransiskus (2018).
"Satu saat berahmat semacam itu akan terjadi, sekali lagi dalam tahun ini, yakni prakarsa “24 jam bagi Tuhan,” yang mengundang seluruh komunitas Kristiani untuk merayakan Sakramen Rekonsiliasi dalam konteks penyembahan Ekaristi.
Pada tahun 2018, diilhami oleh kata-kata Mazmur 130:4, 'Pada-Mu ada pengampunan,' hal ini akan berlangsung dari Jumat, 9 Maret sampai Sabtu, 10 Maret. Di setiap keuskupan, setidak-tidaknya satu Gereja akan tetap terbuka selama dua puluh empat jam terus-menerus dengan menawarkan kesempatan, baik untuk penyembahan Ekaristi maupun Sakramen Pengakuan.
Semoga cahaya Kristus yang bangkit dalam kemuliaan menghalau kegelapan hati dan pikiran kita, dan memampukan kita semua untuk menghayati kembali pengalaman para murid di jalan menuju Emaus. Dengan mendengarkan sabda Allah dan mengambil bagian dalam santapan dari meja Ekaristi, semoga hati kita semakin bersemangat dalam 'HIK', Harapan Iman dan Kasih."
2.
Bulla Misericordiae Vultus Paus Fransiskus
Point 17 :
Masa Prapaskah hendaknya dihayati dengan lebih sungguh-sungguh sebagai masa istimewa untuk merayakan dan mengalami belas kasihan Allah.
Betapa banyak ayat Alkitab yang sangat cocok untuk direnungkan selama pekan-pekan Prapaskah guna membantu kita menemukan kembali wajah Bapa yang murah hati! Kita dapat mengulangi kata-kata Nabi Mikha dan menjadikannya kata-kata kita sendiri: Ya Tuhan, Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran; yang tidak terus bertahan dalam murka, melainkan berkenan menunjukkan belas kasihan. Ya Tuhan, Engkau akan kembali menyayangi umat-Mu. Engkau akan menghapus kesalahan-kesalahan kami dan mencampakkan segala dosa kami ke dalam tubir-tubir laut. (bdk. Mikh. 7:18-19}
Kutipan-kutipan dari kitab Nabi Yesaya juga dapat direnungkan secara konkret selama masa doa, masa puasa, dan masa meningkatkan karya amal ini. “Bukankah ini puasa yang Kukehendaki, yakni: supaya engkau meretas belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk; supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk; supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah; dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!
Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan Tuhan menjadi barisan belakangmu. Pada waktu itulah engkau akan memanggil Tuhan dan Ia akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku! Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari serta memfitnah, apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri, dan memuaskan hati orang yang tertindas, maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari. Tuhan akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan: (Yes. 58:6-11).
Gagasan “24 Jam untuk Tuhan,” yang seharusnya dirayakan pada hari Jumat dan Sabtu sebelum Minggu Prapaskah IV, hendaknya dilaksanakan di setiap keuskupan. Begitu banyak orang, termasuk kaum muda, sedang kembali ke Sakramen Rekonsiliasi; lewat pengalaman rekonsiliasi ini, mereka menemukan kembali jalan pulang kepada Tuhan, menghayati saat doa yang sungguh khusyuk,dan menemukan makna dari kehidupan mereka.
Marilah kita menempatkan Sakramen Rekonsiliasi pada pusat kehidupan kita sehingga sakramen ini akan memampukan manusia menyentuh keagungan belas kasihan Allah dengan tangan mereka sendiri. Bagi setiap petobat, sakramen ini akan menjadi sumber damai batin yang sejati.
Saya tidak akan pernah merasa lelah mendesak agar para bapa pengakuan menjadi tanda autentik dari belas kasihan Bapa. Kita tidak secara otomatis menjadi bapa pengakuan yang baik. Kita menjadi bapa pengakuan yang baik apabila, di atas semuanya, kita membiarkan diri kita sendiri menjadi petobat guna mendapatkan belas kasihan Allah.
Hendaklah kita tidak pernah lupa bahwa menjadi bapa pengakuan berarti ambil bagian dalam perutusan Yesus untuk menjadi tanda nyata dari kasih ilahi yang tak hentimemberi pengampunan dan keselamatan. Kita para imam telah menerima karunia Roh Kudus untuk mengampuni dosa, dan kita bertanggungjawab untuk ini. Tak seorang pun dari kita mempunyai kuasa atas sakramen ini; sebaliknya, lewat sakramen ini kita sungguh menjadi hamba-hamba setia dari belas kasihan Allah.
Setiap bapa pengakuan harus menerima orang beriman seperti bapa dalam perumpamaan tentang anak yang hilang: seorang bapa yang lari menyongsong anaknya meskipun anak itu sudah memboroskan semua harta warisannya. Para bapa pengakuan dipanggil untuk merangkul anak yang menyesali kesalahannya lalu pulang ke rumah, dan ia harus mengungkapkan suka cita karena sudah mendapatkan anak itu kembali.
Marilah kita tidak pernah lelah menjangkau anak lain yang berdiri di luar, yang tidak mampu menikmati suka cita, guna menjelaskan kepadanya bahwa hukuman yang ia anggap kejam dan tidak adil itu tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan belas kasihan bapa yang tak berbatas.
Hendaknya para bapa pengakuan tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada gunanya tetapi, seperti bapa dalam perumpamaan itu, hendaknya ia dengan arif menyala percakapan yang sudah disiapkan oleh anak yang hilang itu. Dengan demikian, para bapa pengakuan akan belajar mendengarkan ratapan minta pertolongan dan belas kasihan yang mengalir dari hati setiap petobat.
Pendek kata, para bapa pengakuan dipanggil untuk menjadi tanda belas kasihan kapan saja, di mana saja, dan dalam situasi apa saja.
C.
MELIHAT KONTEKS
Paus Fransiskus:
"...Gagasan "24 jam untuk Tuhan", hendaknya dilaksanakan di setiap keuskupan. Begitu banyak orang, sedang kembali ke Sakramen Rekonsiliasi; Lewat pengalaman rekonsiliasi ini, mereka menemukan kembali jalan pulang kepada Tuhan, menghayati saat doa yang sungguh khusyuk, dan menemukan makna dari kehidupan. Marilah kita menempatkan Sakramen Rekonsiliasi pada pusat kehidupan kita sehingga sakramen ini akan memampukan manusia menyentuh keagungan belas kasihan Allah dengan tangan mereka sendiri. Bagi setiap petobat, sakramen ini akan menjadi sumber damai batin yang sejati.." - Paus Fransiskus, MV 17
Paus Fransiskus menghimbau diadakannya “HARI DOA” yang penuh semangat untuk menimba HARAPAN IMAN & KASIH.
Hal ini bisa dibuat dengan mengadakan pelbagai "gladi rohani", adorasi, ekaristi, rekoleksi, refleksi dan rekonsiliasi selama dua hari itu. Paus juga meminta agar gereja-gereja membuka pintunya selama 24 jam untuk setiap umat yang mau datang kepada Kerahiman Ilahi.
Pada dua hari itu yang adalah hari Jumat dan Sabtu, kita diberi kesempatan untuk mengaku dosa, untuk berdoa di hadapan Allah sekaligus ber-rekonsiliasi dengan Tuhan, sesama dan semesta. Paus menambahkan, ini adalah kesempatan untuk berdoa bersama-sama dengan seluruh Gereja, seluruh dunia. Tak tahukah kamu betapa kuat dan dahsyatnya kekuatan doa bersama dan serentak ini?
Tentang Sakramen Tobat, Paus Fransiskus mengatakan bahwa:
“Mengaku dosa bukanlah memasuki sebuah ruang penghakiman/pengadilan yang mengerikan; gunung kerahiman Allah begitu besar, kita saja yang malas untuk datang memohon kerahiman Tuhan; janganlah takut untuk mengaku dosa. Manusia bisa saja jatuh dalam dosa, pergilah, menyesal, bertobat, kita diampuni, kita lalu bangkit lagi. Saya sendiri setiap 15 hari mengaku dosa, sebab saya juga seorang pendosa.”
D.
MENGGAGAS PRAKTEK:
Pelbagai tempat, pelbagai Gereja tentunya dapat memilih cara dan bentuknya sendiri, sesuai dengan situasi dan keadaan khusus mereka. Yang bisa dibuat selain mengaku dosa pastinya, adalah sebuah “gerakan iman” berpola “ABCD”, yakni:
A: Adorasi
B: Baca kitab suci
C: Cintai ekaristi
D: Doa doa devosi
Beberapa inisiatif lain yang bisa dilakukan untuk mengisi “24 jam”, misalnya: renungan khusus tentang kerahiman ilahi, refleksi tentang sakramen pengampunan, tersedianya buku/bacaan rohani, doa jalan salib, penampilan vocal group atau paduan suara/kor lagu-lagu tobat/kerahiman, menonton film/video tentang kain Kafan, doa meditatif dengan lagu-lagu Taize, doa Brevir bersama umat pada pagi, siang, sore dan malam (Laudes - Hora Media – Vesperae – Completorium), dll.
Bisa juga dihadirkan pelbagai katekese tentang kerahiman Tuhan, kerahiman dalam keluarga, membangun budaya kerahiman dalam hidup bersama; katekese tentang sakramen rekonsiliasi.
E.
EPILOG.
Ite missa est - Pergilah kamu diutus!” Dalam nama Yesus, Raja Kerahiman dan Maria Bunda Kerahiman serta teladan hidup Rasul Kerahiman St Faustina dan Paus Kerahiman, St Yohanes Paulus II, kita juga diajak untuk berani pergi mewartakan kerahimanNya lewat sebuah gerakan nyata di 'akar rumput' berpola "KUD":
K arya yang murah hati tanpa tinggi/iri hati
U capan yang memberkati bukan menyakiti
D oa yang sepenuh hati bukan setengah hati
"Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu…. Terimalah Roh Kudus.' (Yoh 20:21-22).
"Jadilah rasul-rasul Kerahiman Ilahi
di bawah bimbingan keibuan penuh kasih sayang dari Santa Perawan Maria”
“Wartakanlah bahwa kerahiman adalah sifat Allah yang utama. Segala karya tangan-Ku dimahkotai dengan belas kasih (301)….”
“Wartakanlah ke segenap penjuru dunia kerahiman-Ku yang tak terselami (1142)….”
“Jiwa-jiwa yang mewartakan kemuliaan kerahiman-Ku akan Aku lindungi sepanjang hidup mereka bagaikan seorang ibunda yang lembut hati menjaga bayinya, dan di saat ajal, Aku tak akan menjadi hakim bagi mereka, melainkan Juruselamat yang penuh Belas Kasih (1075)….”
“Wartakanlah dengan segala daya upayamu Devosi kepada Kerahiman Ilahi. Aku Sendiri yang akan menyempurnakan kekuranganmu. Katakanlah kepada segenap umat manusia yang sakit untuk datang merapat pada Hati-Ku yang berbelas kasih, Aku akan memenuhinya dengan damai sejahtera (1074).”
“Katakanlah kepada para imam-Ku bahwa para pendosa yang keras hati akan bertobat karena mendengarkan perkataan mereka saat para imam-Ku itu berbicara mengenai kerahiman-Ku yang tak terselami, mengenai cinta kasih dalam Hati-Ku bagi mereka. Kepada para imam yang mewartakan serta mengagungkan kerahiman-Ku, Aku akan menganugerahkan kuasa yang menakjubkan; Aku akan mengurapi perkataan mereka dan menyentuh hati orang-orang kepada siapa mereka berbicara (1521).”
"Tuhan bukalah pintu hatiMU untuk ku...."
Ayo, bukalah pintu Gereja kita,
24 jam bagi Tuhan.
Vaya con Dios – Mari melangkah bersama Tuhan!
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
PESAN PAUS DALAM PRAPASKAH 2018.
Paus Fransiskus meminta umat Katolik – selama Masa Prapaskah – untuk berhati-hati terhadap “penjinak ular,” “tukang obat,” “penipu” yang menawarkan “solusi mudah dan cepat untuk mengatasi penderitaan.”
Dengan judul “Karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin” (Matius 24:12), pesan Prapaskah Paus Fransiskus menyinggung kotbah Yesus kepada para rasul di Bukit Zaitun dan mengingatkan tentang nabi-nabi palsu serta tipuan, keegoisan, keserakahan dan tidak adanya kasih.
Nabi palsu “bisa muncul sebagai ‘penjinak ular’ yang memanipulasi emosi orang untuk memperbudak orang lain dan membawa mereka ke mana pun mereka pergi,” kata Paus.
“Nabi palsu juga bisa menjadi ‘tukang obat’ yang menawarkan solusi mudah dan cepat untuk mengatasi penderitaan yang tidak lama kemudian hilang manfaatnya,” lanjutnya.
“Para penipu ini – dalam menjajakan segala sesuatu yang sesungguhnya tidak bermilai – merampok semua harta manusia: martabat, kebebasan dan kemampuan untuk mengasihi,” katanya.
Paus Fransiskus juga meminta umat Katolik untuk melihat “apakah kita menjadi mangsa dari kebohongan para nabi palsu ini.”
Ia mengimbau agar umat Katolik melakukan refleksi batin “secara mendalam” dan “bertanya pada diri kita sendiri bagaimana kasih berubah menjadi dingin di dalam diri kita. Apa tanda-tanda yang mengindikasikan kasih kita mulai menjadi dingin?”
Menurut Paus Fransiskus, tanda yang paling nampak dari tidak adanya kasih adalah “keegoisan dan kemalasan spiritual, pesimisme, godaan atas kenikmatan diri sendiri, permusuhan konstan di antara kita, dan mentalitas duniawi yang membuat kita hanya peduli pada apa yang nampak dan akhirnya mengurangi semangat misionaris kita.”
Dari segala sesuatu, katanya, hal yang menghancurkan kasih adalah keserakahan atas uang, “akar dari semua kejahatan” dan sebuah penolakan akan Allah dan akhirnya akan kedamaian.
Hal ini, lanjutnya, “menuntun pada kekerasan terhadap orang lain yang kita anggap sebagai ancaman terhadap ‘pengakuan’ kita atas janin, orang lanjut usia dan orang lemah, pekerja migran, orang asing di antara kita, atau tetangga kita yang tidak memenuhi ekspektasi kita.”
Dalam pesan Prapaskah, Paus Fransiskus juga mengajak “orang-orang di luar Gereja Katolik” dan semua orang yang memiliki itikad baik yang terbuka untuk mendengar suara Allah.
“Mungkin, seperti kita sendiri, kalian terganggu dengan meluasnya kedurhakaan di dunia, kalian prihatin atas hawa dingin yang melumpuhkan hati dan aksi, dan kalian melihat suatu pelemahan dalam diri kita untuk menjadi anggota satu keluarga manusia. Untuk itu, marilah kita bersatu dalam permohonan kita kepada Allah, dalam puasa, dan dalam persembahan apa saja yang kalian bisa persembahkan untuk Saudara-Saudari kita yang membutuhkan!” kata Paus Fransiskus.
====
Pesan Prapaskah Paus Fransiskus 2018:
“Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.” (Mat 24: 12)
Saudara dan saudari terkasih,
Sekali lagi, Paskah Tuhan sudah mendekat! Dalam persiapan kita untuk merayakan Paskah, Tuhan dalam pemeliharaan-Nya menawarkan kepada kita setiap tahun masa Prapaskah sebagai “tanda sakramen pertobatan kita”. Prapaskah memanggil kita, memampukan kita, untuk kembali kepada Tuhan dengan segenap hati dan dalam setiap sisi kehidupan kita.
Melalui pesan ini, saya ingin sekali lagi di tahun ini untuk membantu seluruh Gereja mengalami rahmat yang baru, dengan sukacita dan dalam kebenaran. Saya ingin mengambil isyarat dari sabda Yesus dalam Injil Matius: “Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.” (24:12).
Firman ini muncul dalam khotbah Kristus tentang akhir zaman. Sabda ini diucapkan di Yerusalem, di Bukit Zaitun, di mana sengsara Tuhan akan dimulai. Sebagai jawaban atas pertanyaan para murid, Yesus menubuatkan sebuah kesusahan besar dan menggambarkan situasi di mana komunitas orang beriman bisa saja berada dalam situasi: di tengah cobaan yang besar, nabi-nabi palsu akan menyesatkan orang dan cinta kasih yang merupakan inti dari Injil akan tumbuh dingin di hati banyak orang.
A.
Nabi palsu.
Marilah kita mendengarkan kutipan Injil dan mencoba memahami kedok yang bisa digunakan para nabi palsu itu.
Mereka bisa muncul sebagai “ular-ular penggoda”, yang memanipulasi emosi manusia untuk memperbudak orang lain dan menuntun mereka ke tempat yang mereka inginkan. Berapa banyak anak-anak Tuhan terpesona oleh kesenangan sesaat, salah mengira bahwa semua itu adalah kebahagiaan yang sejati!
Berapa banyak pria dan wanita hidup terpesona oleh mimpi akan harta kekayaan, yang hanya membuat mereka menjadi budak demi keuntungan dan kepentingan-kepentingan kecil! Berapa banyak yang menjalani kehidupan denan keyakinan bahwa mereka tercukupi untuk diri mereka sendiri, dan akhirnya terjebak oleh kesepian!
Nabi-nabi palsu juga bisa menjadi “penipu”, yang menawarkan solusi yang mudah dan instan untuk penderitaan yang segera terbukti sama sekali tidak berguna. Berapa banyak anak muda yang dipengaruhi oleh obat narkoba, hubungan yang tak harmonis, dengan keuntungan yang mudah tapi tidak jujur!
Berapa banyak lagi yang terjerat dalam eksistensi “dunia maya” yang menyeluruh, di mana hubungan muncul dengan cepat dan mudah, hanya membuktikan tak bermakna! Para penipu ini (nabi palsu), dalam menjajakan barang-barang yang tidak memiliki nilai nyata, merampok semua hal yang paling berharga dari manusia: martabat, kebebasan dan kemampuan untuk mencintai.
Mereka menyukai kesombongan kita, kepercayaan kita pada penampilan, tapi pada akhirnya mereka hanya membuat kita bodoh. Kita juga tidak perlu heran. Untuk merusak hati manusia, iblis, yang adalah “pendusta dan bapa dari segala dusta” (Yoh 8:44), selalu menunjukkan kejahatan sebagai kebaikan, kepalsuan sebagai kebenaran.
Itulah sebabnya setiap kita dipanggil untuk memeriksa hati kita untuk melihat apakah kita menjadi mangsa kebohongan para nabi palsu ini. Kita harus belajar melihat dari dekat, di bawah permukaan, dan mengenali apa yang meninggalkan tanda baik dan abadi di hati kita, karena itu berasal dari Tuhan dan benar-benar untuk kebaikan kita.
B.
Hati yang dingin.
Dalam gambarannya tentang neraka, Dante Alighieri melukiskan setan duduk di atas takhta es, dalam pengasingan yang membeku dan tanpa kasih. Kita bisa bertanya pada diri kita sendiri dengan baik bagaimana hal itu terjadi bahwa cinta kasih bisa menjadi dingin dalam diri kita. Apa saja tanda-tanda yang menunjukkan bahwa kasih kita mulai menjadi dingin?
Lebih dari segala hal lain, apa yang merusak cinta kasih adalah ketamakan akan uang, “akar segala kejahatan” (1Tim 6:10). Penolakan akan Allah dan damai-Nya akan segera mengikuti; kita lebih menyukai desolasi kita daripada kenyamanan yang ditemukan dalam sabda-Nya dan sakramen-sakramen.
Semua ini mengarah kepada kekerasan melawan siapa pun yang kita anggap sebagai ancaman terhadap “kepastian” kita sendiri: anak yang tidak dilahirkan, para orang tua dan yang menderita, migran, orang asing di antara kita, atau sesama kita yang tidak memenuhi harapan kita.
Ciptaan sendiri menjadi saksi bisu atas mendinginnya kasih. Bumi diracuni oleh penolakan, dibuang karena keteledoran atau demi kepentingan diri sendiri. Lautan, yang tercemari, menelan sisa-sisa korban kapal rusak yang tak terhitung banyaknya dari migrasi paksa. Surga, yang dalam rencana Allah, diciptakan untuk mengidungkan pujian-pujian-Nya, dirobek oleh mesin-mesin yang menghujani alat-alat kematian.
Kasih juga dapat menjadi dingin dalam komunitas-komunitas kita sendiri. Dalam Seruan Apostolik Evangelii Gaudium, saya berusaha menjelaskan tanda-tanda nyata kurangnya kasih ini: keegoisan dan kemalasan rohani, pesimisme mandul, godaan pada keterkungkungan diri, permusuhan terus-menerus di antara kita, dan mentalitas duniawi yang membuat kita khawatir hanya untuk penampilan, dan dengan demikian mengurangi semangat misioner kita.
C.
Apa yang harus kita lakukan?
Barangkali kita melihat, jauh di dalam diri kita sendiri dan semua tentang kita, tanda-tanda yang baru saja saya jelaskan. Tetapi Gereja, Bunda dan Guru kita, bersama dengan obat kebenaran yang sering kali terasa pahit, menawarkan kepada kita dalam masa Prapaskah ini obat yang meringankan rasa sakit yakni "puasa, doa, amal/derma."
1.
DOA:
Dengan mencurahkan lebih banyak waktu untuk doa, kita memungkinkan hati kita untuk membasmi kebohongan-kebohongan rahasia dan bentuk-bentuk penipuan diri kita, dan kemudian menemukan konsolasi yang ditawarkan Allah. Dialah Bapa kita dan Dia ingin kita menghayati hidup dengan baik.
2.
AMAL:
Amal/derma membebaskan kita dari ketamakan dan membantu kita untuk memandang sesama kita sebagai saudara dan saudari. Apa yang saya miliki tidak pernah menjadi miliki saya sendiri. Betapa saya ingin agar derma menjadi gaya hidup sejati kita masing-masing! Betapa saya ingin kita, sebagai orang-orang Kristiani, mengikuti teladan para Rasul dan melihat dalam berbagi kepemilikan kita kesaksian nyata persekutuan kita dalam Gereja!
Untuk alasan ini, saya menggemakan seruan Santo Paulus kepada umat di Korintus untuk mengumpulkan dana bagi komunitas Yerusalem sebagai sesuatu yang akan memberikan manfaat bagi diri mereka sendiri (bdk. 2Kor 8:10).
Ini semua lebih mengena selama masa Prapaskah, ketika banyak kelompok mengumpulkan dana untuk membantu Gereja-Gereja dan masyarakat yang membutuhkan. Namun saya juga berharap bahwa, bahkan dalam perjumpaan kita sehari-hari dengan mereka yang meminta bantuan kita, kita dapat memandang permintaan itu seakan berasal dari Allah sendiri.
Ketika kita memberi amal/derma, kita berbagi dalam kepedulian penyelenggaraan Allah bagi masing-masing dari anak-anak-Nya. Jika melalui saya Allah membantu seseorang hari ini, bukankah Dia besok menyediakan kebutuhanku sendiri? Sebab tidak ada orang yang bermurah hati seperti Allah.
3.
PUASA:
Puasa melemahkan kecenderungan kita terhadap kekerasan; puasa melucuti kita dan menjadi kesempatan penting untuk bertumbuh. Di satu pihak, hal itu memungkinkan kita untuk mengalami apa itu kekurangan dan kelaparan yang harus ditanggung.
Di pihak lain, itu juga mengungkapkan kelaparan dan kehausan rohani kita sendiri untuk hidup dalam Allah. Puasa membangunkan kita, membuat kita lebih memberi perhatian kepada Allah dan sesama kita. Itu membangkitkan kembali hasrat kita untuk mematuhi Allah, hanya Dialah yang mampu memuaskan dahaga kita.
Saya juga ingin mengajak melampaui batas-batas Gereja Katolik, dan untuk menjangkau Anda semua, laki-laki dan perempuan berkehendak baik, yang terbuka untuk mendengarkan suara Allah.
Barangkali, seperti kami sendiri, Anda terganggu oleh menyebarluasnya kedurhakaan di dunia, Anda khawatir dengan kedinginan yang melumpuhkan hati dan tindakan, dan Anda melihat melemahnya citarasa kita sebagai anggota dari keluarga manusia yang satu.
Maka, bergabunglah bersama kami memanjatkan permohonan kami kepada Allah, dalam berpuasa, dalam memberikan apa pun yang Anda bisa berikan kepada para saudara dan saudari kita yang membutuhkan!
D.
Api Paskah.
Terutama, saya mendesak para anggota Gereja untuk memulai perjalanan Prapaskah dengan antusiasme, ditopang oleh derma, puasa dan doa. Jika kadang-kadang nyala kasih tampak redup dalam hati kita masing-masing, ketahuilah bahwa hal ini tidak pernah terjadi dalam hati Allah! Dia terus-menerus memberi kita kesempatan untuk mengasihi secara baru.
Satu saat berahmat semacam itu akan terjadi, sekali lagi dalam tahun ini, yakni prakarsa “24 jam bagi Tuhan,” yang mengundang seluruh komunitas Kristiani untuk merayakan Sakramen Rekonsiliasi dalam konteks penyembahan Ekaristi.
Pada tahun 2018, diilhami oleh kata-kata Mazmur 130:4, “Pada-Mu ada pengampunan,” hal ini akan berlangsung dari Jumat, 9 Maret sampai Sabtu, 10 Maret. Di setiap keuskupan, setidak-tidaknya satu Gereja akan tetap terbuka selama dua puluh empat jam terus-menerus dengan menawarkan kesempatan, baik untuk penyembahan Ekaristi maupun Sakramen Pengakuan.
Selama Vigili Paskah, kita akan merayakan sekali lagi ritus yang mengharukan dari pencahayaan lilin Paskah. Diambil dari “api baru,” cahaya ini perlahan-lahan menghalau kegelapan dan menerangi para peserta liturgi.
“Semoga cahaya Kristus yang bangkit dalam kemuliaan menghalau kegelapan hati dan pikiran kita,” dan memampukan kita semua untuk menghayati kembali pengalaman para murid di jalan menuju Emaus. Dengan mendengarkan sabda Allah dan mengambil bagian dalam santapan dari meja Ekaristi, semoga hati kita semakin bersemangat dalam "HIK", Harapan Iman dan Kasih.
Dengan penuh kasih dan janji doa-doa saya untuk kalian semua, saya menyampaikan berkat saya. Mohon jangan lupa doakan saya.
FRANSISKUS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar