Ads 468x60px

Minggu, 26 Agustus 2018

HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Minggu, 26 Agustus 2018
Hari Minggu Biasa XXI
Yosua (24:1-2a.15-17.18b)
(Mzm 34:2-3.16-17.18-19.20-21.22-23)
Efesus (5:21-32)
Yohanes (6:60-69)
"Mater et Magistra - Bunda dan Guru".
Inilah salah satu gelar yang diberikan kepada Gereja karena kehadirannya selalu diharapkan menjadi "bunda" yang menghangatkan dan "guru" yang mengajarkan banyak hal baik kepada semua orang.
Hal ini juga didasarkan karena Yesus sebagai batu penjuru gereja juga selalu menjadi "magister". Ia banyak mengajar dan "menghajar", bahkan kadang ajarannya tegas dan pedas karena membutuhkan komitmen yang penuh utuh dan menyeluruh.
Ketika para murid yang lain menjadi mundur karena pengajaran Yesus yang "keras dan tegas", Simon Petrus tetap maju dan "on track", ia berpegang padaNya dengan berkata: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? PerkataanMu adalah perkataan hidup yang kekal. Kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.”
Bersama dengan awal hari baru ini, adapun tetralogi iman yang membuat Simon Petrus tetap "on track" menghadapi keras dan tegasnya pelbagai ajaran ilahi, antara lain:
1."Pemahaman akan Allah":
Ia mengajak kita untuk mempunyai "hidup iman", benar-benar tahu dan percaya akan Allah yang diikuti dan diimaniNya. Dalam bahasa Paulus, "scio cui credidi, aku tahu kepada siapa aku percaya."
2."Pengalaman akan Allah":
Ia mengajak kita mengalami Allah secara personal, lewat "hidup doa" yang terarah dan teratur, lewat pelbagai praktek kesalehan sehingga yang ilahi benar-benar dirasakan dan dialami secara nyata.
3."Pengamalan akan Allah":
Seperti Petrus yang mengamalkan kasih ilahi secara nyata lewat pewartaan dan kesaksiannya, kita juga diajak mempunyai "hidup karya", yang penuh kasih dan kerahiman, yang mempunyai keterlibatan sekaligus keberpihakan karena bukankah tepat bahwa iman kita tidak berjalan di atas awan? Bukankah iman yang kita yakini dan pahami juga harus kita bumikan secara real dan aktual dalam hidup nyata?
4."Penghayatan akan Allah":
Akhirnya semua pemahaman-pengalaman dan pengamalan mengantar kita untuk sampai kepada penghayatan akan Allah yang selalu hadir dan mengalir, yang bersolider dengan suka dan duka lara, tawa dan tangis dunia kita lewat "hidup harian".
"Dari Matraman sampai Kranji - Jadilah orang beriman yang tahan uji."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
Adalah suatu perbedaan yang besar jika ada seorang yang sungguh berdoa di dalam keluarga.
Doa- doa menarik Rahmat Tuhan dan seluruh anggota keluarga akan merasakannya, bahkan mereka yang hatinya telah menjadi dingin.
MADAH HARIAN PAGI
Allah hidup dan meraja
Alleluya, alleluya
Maut sudah dikalahkan
Hidup sudah dilimpahkan.
Alleluya, alleluya
Terpujilah Kristus Tuhan.
Hari ini hari Tuhan
Alleluya, alleluya
Hari penuh kesukaan
Hari raya kebangkitan
Alleluya, alleluya
Terpujilah Kristus Tuhan.
Mari kita bergembira
Alleluya, alleluya
Bersyukur sambil memuji,
Bermadah sambil bernyanyi
Alleluya, alleluya
Terpujilah Kristus Tuhan. Amin.
DOA
Ya Allah, Engkau menyatukan hati umat beriman untuk mengejar tujuan yang sama. Semoga kami mencintai perintah-Mu dan merindukan janji-janji-Mu, agar di tengah kesibukan dunia ini hati kami tetap terpikat pada sukacita sejati. Demi Yesus Kristus, pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dalam persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala masa. Amin.
I.
"Credo et fido - Aku percaya dan aku mengimani."
Inilah yang ditunjukkan oleh Petrus dkk ketika Yesus mengatakan hal-hal yang sulit untuk dimengerti.
Dengan kepercayaan iman inilah, Petrus dkk menjadi gereja perdana yang selalu hadir sebagai umat pilihan Tuhan yang "dikhususkan-disatukan dan dikuduskan".
Adapun 3 kebiasaan dasar sebagai umat pilihan Tuhan, antara lain: "PIkirkan tujuan-LIbatkan iman dan ANdalkan Tuhan".
Caranya?
Belajarlah dari pilihan kita sebagai orang Katolik yang mempunyai 7 karakteristik iman, seperti yang saya tulis dalam buku "HERSTORY" (RJK, Kanisius), antara lain:
A."K= Kristussentris"/belajar hidup berpusat pada Kristus-bukan lagi egosentris/pastorsentris;
B."A = Apostolik"/belajar dari tradisi iman para rasul yang turun-menurun.
C."T = Tujuh sakramen"/ belajar bersaksi - menjadi tanda hadirnya "Yang Kudus", citra Allah dinyatakan setiap hari.
D."O = Orang kudus"/ belajar beriman dari teladan dan doa Bunda Maria dan santo santa.
E."L = Liturgi ekaristi"/ belajar berdoa dan selalu bersyukur.
F."I = Inkarnasi"/ Allah menjadi manusia-belajar terlibat dan turun tangan membuat interupsi di tengah jemaat dan masyarakat.
G. "K = Kitab suci"/ belajar untuk akrab dan selalu mencintai firmanNya.
Just do it!
“Dari Matraman ke Kroya – Mari beriman dan selalu berkarya.”
II.
Tafsir Biblis.
01. Sebagian besar ekseget (ahli tafsir Kitab Suci) berpendapat bahwa Yoh 6:51-59 yang berisi sabda Yesus tentang Ekaristi yakni “makan daging-Ku” dan “minum darah-Ku” merupakan sisipan yang ditambahkan kemudian.
Pendapat itu disimpulkan berdasarkan alasan sebagai berikut :
(i) Bila kita membaca Yoh 6:35-50 dan langsung dilanjutkan dengan Yoh 6:60-71 alur gagasan dan ceritanya sangat runtut, lancar dan berkait erat.
(ii) Dalam ay. 60 dikisahkan bahwa banyak murid menganggap perkataan Yesus keras dan mereka tidak sanggup mendengarnya. “Keras” maksudnya kontroversial, sulit dipahami dan diterima. Dalam ayat-ayat berikutnya (ay. 64.65.69) yang dibahas adalah soal ketidakpercayaan bukan soal menolak “makan daging” atau “minum darah”. Maka yang dianggap sebagai Sabda yang kontroversial dan sulit diterima oleh sebagian murid itu adalah pewahyuan Yesus tentang Diri-Nya sebagai Roti Hidup yang turun dari surga (ay. 48-50).
(iii) Sabda Yesus dalam ay. 63 “daging sama sekali tidak berguna” kurang selaras dengan Sabda-Nya tentang Ekaristi yakni “makan daging-Ku” dalam ay. 53-55. Nampaknya yang dimaksud Yesus dalam ay. 63 adalah daging dalam arti umum, yakni kemanusiaan kita. Kemanusiaan dengan segala kelemahannya tidak mampu menyelamatkan diri dan bahkan tidak dapat menerima keselamatan yang ditawarkan Yesus (bdk. Mat 16:17).
(iv) Kalimat elips dalam ay. 62 (kalimat yang tidak lengkap, hanya bagian jikalau …) : Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada? berkaitan langsung dengan pewahyuan Yesus sebagai Roti Kehidupan yang turun dari surga (ay. 48-50) sehingga kalau kalimat itu dilanjutkan kiranya menjadi: “maka kamu akan memahami bahwa Akulah Roti Hidup yang turun dari surga”.
Artinya para murid akan memahami jati diri Yesus yang sesungguhnya, yakni sebagai Roti Hidup yang berasal dari surga setelah kenaikan-Nya ke surga, ke tempat Ia sebelumnya berada. Pewahyuan ini menunjuk pada pre-eksistensi Sabda, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah” (Yoh 1:1-2).
Sisipan itu nampaknya ditambahkan karena dalam Injil Keempat tidak ada kisah institusi Ekaristi.
02. Umat Perjanjian Lama dibawah pimpinan Yosua (Yos 24:1-2a.15-17.18b, Bacaan I) memperbaharui janji setia mereka kepada Allah nenek moyang, Allah Abraham, Ishak dan Yakub yang telah membebaskan mereka dari penjajahan di Mesir dan menuntun menuju Tanah Terjanji, yang telah membuktikan kebaikan dan kuasa-Nya di sepanjang sejarah perjalanan bangsa. Ketegasan sikap ini diperlukan karena mereka akan menjalani hidup bersama dengan suku asli Kanaan yaitu suku Amori yang mempunyai dewa-dewi dengan tradisi kultisnya sendiri. Semua itu bisa menjadi godaan serius bagi bangsa Israel untuk meninggalkan Allah dengan meniru cara ibadah orang-orang Kanaan jika mereka tidak mempunyai iman yang mendalam dan tangguh.
Dalam perikop hari ini, setelah menerima pewahyuan, para murid pun harus mengambil keputusan iman. Namun berbeda dengan umat Perjanjian Lama yang bersedia untuk memperbaharui janji setia kepada Allah, dalam kisah Injil hari ini sebagian para murid justru meninggalkan Yesus karena ketidakpercayaan dan ketertutupan hati mereka.
03. Tragis memang apa yang dilakukan oleh orang-orang Galilea itu. Mukjizat pergandaan roti membuat mereka begitu kagum dan terpesona terhadap pribadi Yesus sehingga dengan antusias ingin mengangkat-Nya sebagai raja. Namun keterpesonaan itu ternyata dengan mudah hilang tanpa bekas. Pada mulanya mereka tertarik untuk mengikuti Yesus karena apa yang dilakukan-Nya. Namun ketika Yesus menjelaskan mukjizat itu dalam konteks perwahyuan diri-Nya, para murid mengalami kesulitan untuk memahami dan bahkan beberapa diantaranya meninggalkan-Nya. Kesulitan memahami Sabda Yesus yang mengakibatkan kesalahpahaman menjadi cara Yohanes untuk mewartakan pewahyuan yang penting (mis. Kisah perjumpaan Yesus dengan Nikodemus, Wanita Samaria dsb). Pemahaman yang utuh dan benar hanya dimiliki oleh orang yang beriman.
Pewahyuan diri sebagai Roti Hidup dan perlunya makan daging dan minum darah-Nya untuk memperoleh kehidupan kekal dianggap sebagai kata-kata yang "keras" maksudnya sulit dipahami, mustahil dan menimbulkan sandungan. Makan daging dan minum darah manusia bagi orang-orang Yahudi bukan hanya merupakan kekejaman tetapi juga pelanggaran berat terhadap hukum Taurat. Itulah sebabnya mereka bersungut-sungut dan akhirnya meninggalkan Dia. Mereka sangat mengagumi apa yang dilakukan Yesus, namun gagal untuk memahami pribadi atau jati diri Yesus. Mengapa? Karena mereka tidak mempunyai iman! Tanpa iman, semua tindakan yang berciri simbolik dan sakramental sulit dipahami.
04. Dalam ay. 61 dan 64 diceritakan bahwa Yesus sudah tahu sejak semula para murid yang akan menolak-Nya dan bahkan yang akan mengkhianati-Nya. Keterangan ini mau menjelaskan bahwa peristiwa-peristiwa yang dialami Yesus sepenuhnya berada dalam kendali atau kuasa-Nya. Di hadapan Pilatus yang merasa berkuasa atas hidup-Nya, Yesus menjawab, “Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas” (Yoh 19:11).
Kemudian dalam ay. 65 Yesus menegaskan bahwa iman itu pertama-tama adalah anugerah dari Bapa. Namun anugerah itu harus ditanggapi dengan keterbukaan pikiran dan kebebasan hati. Kita harus selalu menyesu-aikan pikiran, hati, kehendak dan tindakan dengan rancangan Allah.
05. Dalam ay. 60 dan 66 dinyatakan bahwa “banyak” (Yun. polloi) murid Yesus yang mengundurkan diri dan tidak mengikuti Dia lagi. Kata “polloi” bisa berarti “banyak” tetapi juga bisa berarti “beberapa”. Tidak pernah dijelaskan oleh Yohanes berapa banyak murid Yesus. Yang pasti mereka yang mengundurkan diri itu tidak termasuk 12 murid utama yang disebut rasul (ay. 66-67). Mewakili kedua belas rasul, Petrus menegaskan sikap dan pilihannya, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Sabda-Mu adalah sabda yang hidup dan kekal. Kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah” (ay. 68).
Petrus mengungkapkan keyakinan imannya dengan tegas bahwa Sabda-Nya memberikan atau membawa kepada kehidupan kekal. Dengan menyebut Yesus sebagai “Yang Kudus dari Allah” Petrus mengakui bahwa Yesus itu berasal dari Allah, sumber segala kekudusan, sehingga Ia pun pasti kudus, bersatu dengan Roh Kudus Allah dan mampu memberikan hidup kekal. Gelar itu juga menunjuk pada penyerahan Diri Yesus yang total pada tugas perutusan-Nya sebagai Penyelamat yang diurapi, dikuduskan oleh Bapa (Yoh 10:36; 17:17-19; Why 3:7).
Dalam Injil Yohanes kata “percaya” dan “tahu” merupakan ungkapan yang penting dan saling melengkapi. Sering kedua kata itu dipakai dalam urutan terbalik, “tahu” dan “percaya” (Yoh 16:30; 17:8; 1 Yoh 4:16). Iman menjadikan pemahaman dan pengenalan pribadi semakin mendalam dan utuh, sebaliknya pengenalan pribadi yang utuh membuat iman semakin mendalam dan tangguh.
06. Dalam penyelidikan kanonik biasanya saya bertanya pada para calon mempelai, “Apakah kamu yakin bahwa calon pasangan hidupmu itu merupakan jodoh yang akan setia mendampingimu sampai akhir hidup? Darimana kamu mendapatkan keyakinan itu?”. Saya berharap mereka menjawab bahwa keyakinan itu muncul setelah mengenal secara mendalam pribadi calon pasangan hidupnya selama masa pacaran. Apakah keyakinan itu dapat menjamin bahwa perkawinan mereka bisa lestari, setia dan bahagia seumur hidup? Tentu saja tidak ada kepastian mutlak matematis.
Dalam pengenalan itu selalu tersisa ketidaktahuan, ketidakpastian. Dan itulah misteri kehidupan. Itulah hakekat iman. Iman selalu mempunyai sisi misteri yang berada di luar kemampuan kita untuk memahaminya. Iman membutuhkan penyerahan diri seutuhnya. Pengenalan akan Allah menjadi inti kekuatan Paulus dalam menghadapi berbagai macam kesulitan dan penderitaan. Di tengah suasana yang sangat berat, di balik terali penjara, di waktu mengalami penganiayaan dan penyiksaan, saat ditinggalkan sahabat-sahabatnya, Paulus tetap tidak kehilangan pegangan dan arah hidup, tidak mengalami keputusasaan, bahkan tidak kehilangan keyakinan akan pertolongan dan pemeliharaan Allah. Paulus memiliki pengenalan yang baik akan Allahnya sehingga dengan penuh keyakinan ia berkata, “Aku tahu kepada siapa aku percaya.” (2 Tim 1:12 “Scio cui credidi“)
07. Beberapa waktu lalu, di pusat kota metropolit Manila, ada seorang pemain sirkus yang menunjukkan kebolehannya naik sepeda berjalan di atas seutas tali yang direntangkan di antara dua gedung bertingkat. Di bagian depan sepeda ada sebuah keranjang dan di dalamnya diletakkan sebuah karung. Dengan ditonton oleh banyak orang, dia melintas dari satu ujung tali ke ujung yang lain. Semua orang berdecak kagum, memuji kehebatan pemain sirkus tersebut.
Kemudian pemain sirkus tadi mendekati para penonton dan bertanya, "Apakah Anda percaya bahwa saya dapat melintasi tali ini sekali lagi dan sampai ke seberang dengan selamat?" Spontan para penonton berteriak, "Percaya!" Kemudian pemain sirkus ini bertanya lagi, "Kalau anda sungguh percaya, siapa yang mau ikut dengan saya duduk di dalam keranjang yang ada di sebelah depan sepeda saya." Para penonton terdiam. Tidak ada satupun yang berani. Mereka takut, kalau jatuh bisa berakibat fatal. Namun akhirnya ada seorang anak yang berani. Dia naik ke sepeda menggantikan beban karung dan ikut bersama pemain sirkus tadi melintasi tali. Dengan penuh ketegangan para penonton menyaksikan mereka melintas tali, dan akhirnya berhasil sampai di seberang dengan selamat.
Dan siapakah anak itu? Ternyata dia adalah anak kandung dari pemain sirkus itu sendiri. Anak tadi percaya akan kemampuan ayahnya dan dia yakin ayahnya pasti tidak akan mencelakakannya. Pengenalan akan ayahnya membuat dia percaya dan sebaliknya kepercayaan itu menjadikan pengenalan akan ayahnya semakin mendalam.
Iman berarti keberanian untuk berserah, mempertaruhkan diri sepenuhnya tanpa keraguan. Keraguan membuat kita tidak berani bertindak. Bagi orang yang beriman pengetahuan menjadi nyata dalam tindakan.
III.
KUTIPAN TEKS MISA:
Pernyataan pertama mengenai Ekaristi, memisahkan murid-murid-Nya dalam dua kelompok, sebagaimana juga penyampaian mengenai sengsara-Nya menimbulkan reaksi menolak pada mereka: "Perkataan ini keras, siapakah sanggup mendengarkannya?" (Yoh 6:60).
Ekaristi dan salib adalah batu-batu sandungan. Keduanya membentuk misteri yang sama, yang tidak berhenti menjadi sebab perpecahan. "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (Yoh 6:67). Pertanyaan Tuhan ini bergema sepanjang masa; melalui pertanyaan ini cinta-Nya mengundang kita, supaya mengakui bahwa hanya Dialah memiliki "perkataan hidup kekal" (Yoh 6:68) dan bahwa siapa yang menerima anugerah Ekaristi-Nya dengan penuh iman, menerima Dia sendiri. (Katekismus Gereja Katolik, 1336)
Antifon Pembuka (Mzm 86:1-3)
Sendengkanlah telinga-Mu, ya Tuhan, dan dengarkanlah aku. Selamatkanlah hamba-Mu, yang berharap kepada-Mu. Kasihanilah aku, ya Tuhan, kepada-Mulah aku berseru sepanjang hari.
Turn your ear, O Lord, and answer me; save the servant who trusts in you, my God. Have mercy on me, O Lord, for I cry to you all the day long.
Inclina, Domine, aurem tuam ad me, et exaudi me: salvum fac servum tuum, Deus meus, sperantem in te: miserere mihi, Domine, quoniam ad te clamavi tota die.
Mzm. Lætifica animam servi tui: quoniam ad te, Domine, animam meam levavi. (Mzm 86:1-4)
Pengantar
Di Injil tertulis bahwa setelah Yesus mengajar orang banyak bahwa Ia adalah sang Roti Hidup, banyak dari mereka yang bersungut-sungut, dan kemudian “mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Yesus” (Yoh 6:66).
Mengapa? Sebab mereka menganggap ajaran Yesus sebagai “perkataan yang keras” (Yoh 6:60). Mereka tak bisa menerima bahwa Yesus menghendaki mereka makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya agar dapat memiliki hidup yang kekal (lih. Yoh 6:54).
Namun Yesus tidak mengubah ajaran-Nya, dan bahkan mempersilakan para murid-Nya—jika mereka tidak percaya akan ajaran-Nya ini—untuk juga pergi meninggalkan Dia.
Yesus bertanya kepada keduabelas rasul-Nya, “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Namun syukurlah, Rasul Petrus menjawab, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal… Engkau adalah Yang Kudus dari Allah” (Yoh 6:67-69).
Jawaban Rasul Petrus ini menjadi jawaban kita umat Katolik, yang mengamini perkataan Tuhan Yesus ini, dengan terus memperingati, merayakan dan menerima-Nya dalam rupa Ekaristi kudus.
Namun kita ketahui bahwa sejak awal pengajaran Yesus ini memang tidak dengan mudah diterima oleh semua orang.
Uskup Agung Fulton Sheen mengatakan bahwa pengkhianatan Yudas Iskariot sesungguhnya dimulai pada saat itu. Sebab tak lama dari saat Yesus bertanya kepada para rasul-Nya, “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Yesus pun melanjutkan, “Bukankah Aku sendiri yang telah memilih kamu yang dua belas ini? Namun seorang di antaramu adalah Iblis.” Dan di ayat berikutnya tertulis, “Yang dimaksudkan-Nya ialah Yudas, anak Simon Iskariot; sebab dialah yang akan menyerahkan Yesus…” (Yoh 6:71). Artinya, Yesus sudah tahu bahwa Yudas Iskariot akan menyerahkan Dia, sebab Yudas termasuk bilangan dari mereka yang tidak percaya akan pengajaran yang baru saja disampaikan oleh Yesus tentang Roti Hidup itu.
Dewasa ini, kita melihat bahwa ada banyak orang yang juga menyebut diri sebagai murid Kristus, tetapi tidak mengimani ajaran tentang Tuhan Yesus sebagai Roti Hidup sebagaimana yang diimani oleh kesebelas rasul, seperti dinyatakan oleh Rasul Petrus.
Atau dalam arti yang lebih luas, ada banyak orang yang menentukan sendiri ajaran, menurut pemahaman sendiri. Sehingga meskipun menyebut diri Kristen, tetapi mereka menyetujui paham-paham yang secara mendasar tidak sesuai dengan ajaran Kristus, seperti yang belakangan ini marak diperdebatkan di sejumlah negara yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. Mereka mulai melegalkan perkawinan sesama jenis, aborsi, euthanasia, memperbolehkan dan bahkan menganjurkan pemakaian alat-alat kontrasepsi, dan seterusnya. Gereja Katolik tidak menyetujui paham-paham semacam ini.
Kini, semakin banyak gereja-gereja non-Katolik yang mulai menyetujui pandangan sekular dan mengubah ajaran Kristus. Hanya Gereja Katolik-lah yang tetap menyuarakan ajaran iman dan moral yang sama seperti yang diajarkan oleh Kristus dan dilaksanakan oleh Gereja sejak awal.
Gereja Katolik tetap konsisten mewartakan Injil yang berpihak kepada kehidupan dan bukan kematian. Gereja Katolik tetap tak berubah dalam menyatakan kebenaran dan menjunjung tinggi kekudusan dan martabat manusia, dan bukan sebaliknya. Apa yang di masa lalu dinyatakan benar, sekarang pun tetap dinyatakan benar; demikian pula, yang dulu salah, kini tetap dinyatakan salah.
Semoga hati nurani kita semakin diteguhkan untuk melihat betapa Gereja Katolik justru mengajarkan ajaran Kristus dalam kemurnian dan keutuhannya.
Doa Pembuka
Allah Bapa yang mahamurah, dalam diri Yesus Kristus, Putra-Mu, Engkau menganugerahkan kehidupan kekal kepada kami. Kami mohon tariklah diri kami untuk selalu dekat dengan-Mu dan selalu rindu untuk tinggal bersama-Mu. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama Dikau, dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin.
Bacaan dari Kitab Yosua (24:1-2a.15-17.18b)
"Kami akan beribadah kepada Tuhan, sebab Dialah Allah kita."
Menjelang wafatnya, Yosua mengumpulkan semua suku orang Israel di Sikhem. Dipanggilnya para tua-tua, para kepala, para hakimnya dan para pengatur pasukan Israel. Mereka berdiri di hadapan Allah. Maka berkatalah Yosua kepada seluruh bangsa itu, "Jika kamu menganggap tidak baik untuk beribadah kepada Tuhan, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah: Kepada dewa-dewa yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang Sungai Efrat, atau kepada dewa orang Amori yang negerinya kamu diami ini? Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan!" Maka bangsa itu menjawab, "Jauhlah dari pada kami meninggalkan Tuhan untuk beribadah kepada allah lain! Sebab Tuhan, Allah kita, Dialah yang telah menuntun kita dan nenek moyang kita dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan; Dialah yang telah melakukan tanda-tanda mukjizat yang besar ini di depan mata kita sendiri, dan yang telah melindungi kita sepanjang jalan yang kita tempuh, dan di antara semua bangsa yang kita lalui. Kami pun akan beribadah kepada Tuhan, sebab Dialah Allah kita."
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah
Mazmur Tanggapan, do = g, 3/4, PS 857
Ref. Kecaplah betapa sedapnya Tuhan, kecaplah betapa sedapnya Tuhan.
Ayat.
(Mzm 34:2-3.16-17.18-19.20-21.22-23)
1. Aku hendak memuji Tuhan setiap waktu; puji-pujian kepada-Nya selalu ada di dalam mulutku. Karena Tuhan jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati, mendengarnya dan bersuka cita.
2. Mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong; wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat, untuk melenyapkan ingatan akan mereka dari muka bumi.
3. Apabila orang benar itu berseru-seru, Tuhan mendengarkan, dari segala kesesakannya, mereka Ia lepaskan. Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.
4. Kemalangan orang benar memang banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semua itu; Ia melindungi segala tulangnya, dan tidak satu pun yang patah.
5. Kemalangan akan mematikan orang fasik, dan siapa yang membenci orang benar akan menanggung hukuman. Tuhan membebaskan jiwa hamba-hamba-Nya, dan semua yang berlindung pada-Nya, tidak akan menanggung hukuman.
Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada umat di Efesus (5:21-32)
"Rahasia ini sungguh besar! Yang kumaksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat."
Saudara-saudara, hendaklah kamu saling merendahkan diri dalam takut kepada Kristus. Hai isteri, tunduklah kepada suamimu, seolah-olah kepada Tuhan. Sebab suami adalah kepala isteri, sebagaimana Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian pulalah isteri hendaknya tunduk kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri bagi jemaat untuk menguduskannya, setelah menyucikannya dengan air dan firman. Maksudnya ialah supaya dengan demikian Kristus menempatkan jemaat di hadapan-Nya dalam keadaan cemerlang, tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi kudus dan tidak bercela. Demikian pula suami harus mengasihi isterinya seperti tubuhnya sendiri, maka yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri. Sebaliknya ia merawat dan mengasuhnya, seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya. Karena itu, laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Rahasia ini sungguh besar! Yang kumaksudkan ialah hubungan Kristus dengan jemaat.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Bait Pengantar Injil, do = f, 2/4, PS 956
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya. Alleluya, alleluya, alleluya.
Ayat. (Yoh 6:63b.68b)
Sabda-Mu ya Tuhan, adalah roh dan hidup. Sabda-Mu adalah hidup yang kekal.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Yohanes (6:60-69)
"Tuhan kepada siapakah kami akan pergi? Sabda-Mu adalah sabda hidup yang kekal."
Setelah Yesus menyelesaikan ajaran-Nya tentang roti hidup, banyak dari murid-murid-Nya berkata, “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” Yesus dalam hati-Nya tahu, bahwa murid-murid-Nya bersungut-sungut tentang hal itu, maka berkatalah Ia kepada mereka, “Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? Lalu bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada? Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna! Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup. Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya.” Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia. Lalu Ia berkata, “Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorang pun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.” Mulai dari waktu itu banyak murid Yesus mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Dia. Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya, “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Jawab Simon Petrus kepada-Nya, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal. Kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.”
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya.
U. Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami.
Renungan
Dalam Injil hari ini, banyak murid Yesus yang meninggalkan Dia, kembali ke kehidupan lama mereka. Mereka yang semula ikut menyertai Yesus ke mana pun Dia pergi, sekarang mengundurkan diri karena tidak bisa menerima perkataan Yesus. Mereka menginginkan Yesus seperti yang ada dalam konsep mereka. Ketika Yesus tidak lagi seperti yang mereka inginkan, mereka pergi meninggalkan-Nya.
Sering kali, dalam hidup beriman, kita pun seperti para murid yang meninggalkan Yesus. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan melalui Gereja, ketika kita merasa bahwa
Sabda Yesus mendukung perbuatan kita, ketika kita merasakan manfaat dari status kekristenan kita, kita menjadi orang Katolik yang begitu bersemangat.
Namun, ketika kita merasa bahwa Gereja mulai turut campur dalam kehidupan pribadi kita, pelan-pelan kita mulai menjauh, bahkan mungkin mengundurkan diri. Ketika kita mengalami bahwa hal-hal yang kita senangi ternyata adalah hal-hal yang bertentangan, bahkan dilarang oleh ajaran Kristiani; atau ketika kita mengalami bahwa tuntutan ajaran Kristiani ternyata tidak semudah yang kita bayangkan sebelumnya, kita mulai mencoba mencari yang lain di luar Kristus. Apalagi ketika kekristenan kita justru mempersulit hidup dan karir kita, kita mulai berpikir untuk melepaskan status tersebut.
Ketika hal-hal kecil semacam itu sudah dengan mudahnya mengguncang iman kita, bagaimana mungkin kita mampu menerima dan bertahan ketika dihadapkan pada hal-hal besar? Bagaimana kita akan mampu memahami salib?
Ketika Yesus bertanya kepada para murid yang masih tetap tinggal, "Apakah kamu tidak mau pergi juga?", Dia juga bertanya hal yang sama kepada kita. Maka, saatnya kita mulai bertanya pada diri kita sendiri, " Mengapa aku masih di sini?" Apakah sekadar karena aku terlahir Katolik? Apakah karena berbagai fasilitas dan kemudahan yang kudapatkan? Apakah hanya untuk menjaga suasana damai dalam keluarga yang semuanya Katolik? Kalau masih semacam itu alasannya, barangkali akhirnya kita pun akan seperti para murid yang meninggalkan Yesus.
Kalau kita ingin bisa berkata seperti Petrus dan para rasul yang setia, "Tuan, kepada siapa kami akan pergi? Sabda-Mu adalah sabda hidup abadi!" maka kita perlu menghayati dan menghidupi Sabda Tuhan, serta mengenal Yesus lebih dalam dengan hati.
Antifon Komuni (Mzm 104:13-15)
Bumi penuh buah karya-Mu, ya Tuhan. Engkau menganugerahkan roti dari dalam tanah dan anggur yang menggembirakan hati manusia.
The earth is replete with the fruits of your work, O Lord; you bring forth bread from the earth and wine to cheer the heart.
De fructu operum tuorum, Domine, satiabitur terra: ut educas panem de terra, et vinum lætificet cor hominis: ut exhilaret faciem in oleo, et panis cor hominis confirmet.
IV.
INSPIRASI PAGI LBI.
Dalam bacaan pertama hari ini (Yos. 24:1-2a, 15-17, 18b), Yosua menantang para pemimpin keagamaan Israel untuk menentukan sikap yang jelas dan final: apakah mereka mau beribadah kepada Allah Israel atau kepada dewa-dewa bangsa lain.
Yosua akhirnya mendapati sikap yang jelas dan definitif dari pemuka-pemuka agama bangsanya. Dengan tegas mereka menyatakan akan beriman kepada Allah.
Dasar yang dipakai oleh para pemuka agama Israel adalah pengalaman nyata akan pertolongan dan kebaikan Allah yang mereka alami pada masa-masa sebelumnya. Allah menolong mereka dalam banyak hal dengan kuasa dan kekuatan yang tidak akan mungkin bisa dilakukan oleh dewa-dewa bangsa lain.
Model penghayatan seperti itu dipakai pula oleh Paulus untuk menasihati jemaat di Efesus (Ef. 5:21-32, bacaan kedua hari ini). Kesadaran akan kebaikan Allah mestinya menjadi spirit atau dasar bagi pasangan suami istri untuk saling mencintai. Suami menunjukkan tanggung jawab dengan mencintai istrinya, dan sebaliknya sang istri menyerahkan diri dalam cinta kepada suaminya. Ibadah dan keberpautan kepada Allah dimengerti dan dihayati melalui semangat saling mencintai satu sama lain.
Sementara itu, dalam bacaan Injil, Yesus memurnikan atau mematangkan iman orang-orang yang selama ini mengikuti Dia. Caranya adalah dengan menantang para pengikut-Nya melalui tuntutan-tuntutan tegas dari sabda-Nya sendiri.
Dengan itu, Yesus mendapatkan sikap-sikap iman yang otentik dan matang dari mereka yang selama ini mengikuti dan mendengarkan Dia. Yang sungguh-sungguh dan mendalam akan bertahan dengan kokoh, sedangkan yang memiliki motivasi yang dangkal dan tidak benar akan segera meninggalkan Dia.
Hidup beriman adalah perjalanan dari waktu ke waktu dalam suasana “ditantang” oleh sang Sabda itu sendiri. Apakah kita memiliki sikap yang tegas, final, dan matang dalam mengikuti Dia? Ataukah kita membawa kepentingan-kepentingan pribadi yang tidak selaras dengan tuntutan Allah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar