Ads 468x60px

LATIHAN ROHANI PAUS FRANSISKUS DAN KURIA ROMA



LATIHAN ROHANI
PAUS FRANSISKUS DAN KURIA ROMA
(Hari 5/Hari Terakhir : 23 Februari 2018) : "SABDA BAHAGIA RASA DAHAGA"
Paus Fransiskus dan Kuria Roma mengakhiri latihan rohani mereka pada hari Jumat pagi 23 Februari 2018 yang dimulai pada hari Minggu malam 18 Februari 2018.
Meditasi terakhir Pastor José Tolentino Mendoça berfokus pada "Sabda Bahagia Rasa Dahaga" yang mengakhiri serangkaian meditasi tentang rasa dahaga.
Sabda Bahagia : Matius mengambil tempat adegan di bukit. Oleh karena itu kita mengerti bahwa "ia sedang menciptakan kesejajaran antara Yesus dan sosok Musa - antara pemberian Hukum Lama, Dasa Firman, dan pemberian Hukum Baru, Sabda Bahagia", Pastor Tolentino mengawali.
Pastor Tolentino melanjutkan dengan mengatakan bahwa Sabda Bahagia lebih dari sekedar hukum. Sabda Bahagia adalah "konfigurasi kehidupan, panggilan keberadaan yang sesungguhnya". Dengan cara ini, Sabda Bahagia mencerahkan jalan bagi Gereja dan bagi umat manusia ketika kita berjalan menuju cakrawala eskatologis.
Sabda Bahagia Yesus bukan hanya kata-kata yang Ia wartakan. "Sabda Bahagia memainkan peran sebagai kunci untuk membaca keseluruhan hidup-Nya". Kita menemukan di dalam diri Yesus suatu model untuk menjalani masing-masing Sabda Bahagia.
Terutama, bagi kita umat kristiani, Sabda Bahagia adalah "potret diri Dia yang mengucapkannya". Pastor Tolentino mengatakan bahwa bagi Yesus potret diri ini "adalah gambaran diri-Nya sendiri yang terus-menerus diungkapkan-Nya kepada kita dan membekas pada hati kita. "Potret diri adalah model yang seharusnya kita gunakan untuk" mengubah gambaran kita sendiri".
Allah menginginkan kehidupan kita sesuai dengan Sabda Bahagia. Hal ini mendorong Pastor Tolentino untuk mengajukan pertanyaan : "Tetapi apa yang telah kita dapatkan dari Injil Sabda Bahagia? Bagaimana kita telah mewartakannya? Bagaimana kita mengamalkannya?" Apakah kita melihat orang-orang yang berkabung, orang-orang yang membutuhkan penghiburan, orang-orang yang lapar dan dahaga akan keadilan, para pembawa damai? Jika kita melakukannya, Pastor Tolentino mengamati, "dengan berada di pihak mereka", Gereja akan menemukan kembali perutusannya.
Perumpamaan yang paling baik untuk menggambarkan "orang-orang yang berbahagia" adalah perumpamaan para tamu pernikahan (Luk 14:15-24). Setelah tamu undangan menolak datang, "orang miskin, orang timpang, orang buta, dan orang lumpuh" diundang. "Gereja bukanlah swbuah klub eksklusif, tertutup, senang dalam mengukur siapa yang akan dikucilkan. Gereja harus tetap membuka pintu dan, dengan kunci yang menyertakan, di dalam dirinya cermin persimpangan jalan dunia".
Dalam meditasinya pada hari Kamis siang 22 Februari 2018, Pastor José Tolentino Mendoça mengajak untuk mendengarkan rasa dahaga orang-orang yang tinggal di pinggiran. Dengan melakukan itu, ia berkata, "Gereja akan menemukan kembali dirinya".
Menjaga agar mata kita tetap terbuka untuk melihat apa yang sedang terjadi di dunia ini sangat penting bagi kehidupan rohani, kata Pastor Tolentino. Jika tidak, kita menjadi nyaman dan kita menghindari tanggung jawab sosial kita. Ia mengingatkan kita bahwa "suara Allah seharusnya selalu menghadapkan kita dengan pertanyaan primordial : 'Di manakah saudaramu'?".
Pertanyaan rohani tentang rasa dahaga akan tetap tidak lengkap jika tidak membawa kita lebih dekat terhadap "rasa dahaga harfiah dan dasariah yang menyiksa dan membatasi keberadaan begitu banyak orang sezaman kita", katanya. 30% penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap air minum di rumah-rumah mereka. Inilah rasa dahaga yang dijalani oleh orang-orang yang berada di pinggiran yang menyerukan sebuah "penyesuaian yang mendesak dari pertobatan otentik kehidupan dan hati", kata Pastor Tolentino.
Yesus memahami orang-orang yang hidup di pinggiran. Ia lahir di pinggiran Bethlehem, bukan di kota. Ia tinggal di Nazaret "sebuah nama yang sangat tidak penting sehingga merupakan salah satu tempat langka yang tidak pernah disebutkan namanya di manapun dalam Perjanjian Lama".
Dan "Galilea tidak mungkin" menjadi tempat yang dipilih untuk pemberitaan Kerajaan Allah. Pesan Yesus menemukan jalannya ke pinggiran. Dan seperti dilaporkan dalam penutup pertama Injil Markus, bahkan setelah kebangkitan-Nya, Yesus ingin bertemu dengan murid-murid-Nya "sekali lagi di pinggiran : 'Ia mendahului kamu ke Galilea'" (Mrk 16:7).
Memilih "pinggiran ada dalam DNA umat kristiani", Pastor Tolentino melanjutkan. Di setiap jaman, dan di setiap tempat, di situlah umat kristiani bertemu dan bertemu kembali dengan Yesus. Dengan demikian, "Kekristenan adalah kenyataan yang bersifat pinggiran .... Bagi Gereja, pinggiran bukanlah masalah tetapi cakrawala".
Hanya dengan bergerak keluar dari dirinya, Gereja dapat menemukan semangat misioner baru. Dengan cara ini, "yang tidak pernah terdengar terjadi : hanya dengan bergerak keluar dari dirinya, Gereja dapat menemukan kembali dirinya". (PS).

Minggu, 25 Februari 2018



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Minggu, 25 Februari 2018
Hari Minggu Prapaskah II
Kejadian (22:1-2.9a.10-13.15-18)
(Mzm 116:(5-6.)10.(12-14)15.16-17.18-19; Ul:9)
Roma (8:31b-34)
Markus (9:2-10)
Fides in transfiguration - Iman dalam perubahan.”
Bacaan pada misa hari ini menekankan dimensi perubahan: Yesus menjadi Kristus. Bukankah iman dan pertobatan terkait-paut dengan tindakan dan perubahan: Yang pemarah menjadi penyabar - yang sombong menjadi rendah hati - yang malas menjadi rajin - yang penakut menjadi pemberani dll.
Adapun 3 jalan iman supaya kita bisa ber-“transfigurasi”- berubah setiap hari seperti yang saya tulis dalam buku “HERSTORY” (RJK, Kanisius), al:
1. Berdoa:
Di tengah kesibukan dan ruwet rentang karya dan warta, Yesus selalu punya waktu ber”intimitas cum Deo”: Ia menyepi dan berdoa. Ia naik ke Gunung Tabor dan menarik diri dari tegangan keseharian agar tidak hanyut-larut oleh afeksi – emosi – friksi dan ambisi. Ia tidak menghamburkan waktu tapi Ia memberikan kehidupanNya kepada waktu, yakni kehidupanNya sendiri: "solitude/kesendirian, "silence/keheningan; "stillness/ketenangan dan "simplicity/kesederhanaan.
Yang pasti dengan doa, kita bisa mendekati teras hati untuk kembali disentuh – diraba dan dibelai oleh Allah. bukankah itu menjadi lebih ranum dan harum dalam kesunyian? Bukankah semakin kita kurang berdoa maka semakin buruk yg terjadi?
2. Berkarya:
Mereka tidak selamanya ada di gunung tapi mereka “turun” untuk kembali menghadapi pelbagai gerak-polah masalah hidup karya. Ia bersama para muridNya turun dan berkarya sebagai cahaya ilahi: Ia menerangi tapi tidak menyakiti-menghangatkan tapi tidak membinasakan. Bukankah hidup karya kita juga ditantang untuk “mengakar-membatang-menyabang-mendaun-berbunga dan berbuah" bagi kemuliaan Tuhan saja?
3. Bersyukur:
Di atas Gunung Tabor, wajah Yesus berubah dan menjadi putih berkilauan. Ia dimuliakan oleh Bapa sebagai Anak Terkasih. Musa sebagai hakim agung dan Elia sebagai nabi agung pun “tunduk” padaNya. Adapun Yesus juga mengajak 3 murid yang nantinya akan memimpin Gereja Perdana: Petrus di Roma, Yohanes di Efesus dan Yakobus di Yerusalem.
Dkl: Kita bersama iman Gereja semakin diyakinkan bahwa Ia selalu hadir dan ada bersama pergulatan hidup dan iman kita. Ya, bersama iman Gereja Perdana, kita juga diajak untuk mau berpaling kepada Yesus dengan penuh rasa syukur, sebab lewat Dialah, kita semakin menjadi anak-anak Bapa yang terkasih, yang siap berubah menjadi lebih baik setiap harinya, meskipun kadang mesti melewati "via dolorosa", jalan salib kehidupan, derita dan duka nestapa demi mencapai sebuah kebangkitan.
“Cari gabah di Gunung Sahari - Mari kita berubah setiap hari”.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
“Deus vobiscum – Tuhan beserta kita”.
Inilah keyakinan iman yang kerap kita dengarkan setiap ekaristi. Inilah juga yang kita rasakan ketika Yesus ber-“transfigurasi” menampakkan kemuliaan-Nya pada hari ini dan diproklamasikan oleh Bapa: “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.”
Transfigurasi di puncak gunung dengan dua saksi dari Perjanjian Lama dan tiga saksi dari Perjanjian Baru menandai digenapinya janji Allah akan keselamatan dalam misteri sengsara wafat dan kebangkitan Yesus
Adapun tiga ajakan dasarnya, al:
1. CAri Tuhan:
Yesus mengajak Petrus, Yohanes da Yakobus (yang nantinya akan menjadi Uskup di Gereja Perdana: Petrus di Roma, Yohanes di Efesus dan Yakobus di Yerusalem) mendaki dan berdoa di Gunung Tabor (Ibrani: הַר תָּבוֹר, bhs Arab: جبل طابور; bhs Yunani: Όρος Θαβώρ)yang terletak di bagian selatan Galilea (Lower Galilee), di batas sebelah timur lembah Yizreel, 11 mil (18 km) sebelah barat Danau Galilea, di Israel. Gunung ini juga dikenal sebagai Har Tavor, Itabyrium, Jebel et-Tur, dan the Mount of Transfiguration (Gunung Transfigurasi). Yesus ajak Gereja untuk senantiasa mencari Tuhan dengan hidup rohani dan keheningan imani.
2. HAdapi cobaan:
Yesus tidak terus tinggal di atas gunung atau di aman nyaman dalam kemah yang akan dibangun oleh Petrus dkk, tapi Ia turun gunung. Ia siap pergi ke Yerusalem, terlibat dengan suka duka dunia dan berani untuk memanggul salib yang mesti dipanggulNya sebagai rencana keselamatan Allah.
3. YAkini iman:
"Berdirilah, jangan takut!" Inilah kata Yesus ketika para murid ketakutan di puncak Tabor. Dengan pengalaman “transfigurasi”, iman kita diyakinkan bahwa penderitaan dan pengorbanan diriNya di salib akan membuahkan kemuliaan dan kebangkitanNya demi keselamatan kita.
Yesus yang berubah rupa di depan mata para murid, yang wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang dihadirkan bersama Musa dan Elia (hakim agung dan nabi besar Israel).
Sosok Musa mengingatkan kita tentang Hukum dan Perjanjian yang ditandatangani Allah dan Umat-Nya. Elia mengingatkan pada pembaharuan Perjanjian ketika Umat Allah berpaling dari Allah dan Allah tetap setia pada janji-Nya. Transfigurasi Yesus membuat kenangan akan kehadiran Allah di tengah Umat-Nya. Ia mengenakan pada wajah Yesus dari Nazareth, wajah hukum Musa dan pembaharuan Elia Baru.
Peristiwa transfigurasi ini adalah peristiwa pemuliaan, yang terjadi setelah Yesus menubuatkan penderitaan dan kematian-Nya dan sebelum keberangkatan-Nya ke Yerusalem untuk memenuhi nubuat-Nya itu. Ini berarti sebuah pernyataan bahwa sengsara-Nya justru akan menghantar kita kepada kemuliaan kebangkitan.
Jelasnya, tujuan transfigurasi ini adalah untuk memberikan spiritualitas iman kepada umat Kristiani dalam sikap batin, dan berdampak pada sikap lahirnya juga. Sikap batin itu menurut Kardinal Carlo Martini dapat dilihat dalam beberapa hal nyata, al: adanya sukacita batin dan kedamaian yang besar, adanya sikap pujian, kesiapan dalam mengikut Yesus.
“Dari Tangerang ke Wisma Kemiri– Jadilah terang setiap hari!"
B.
"Lux veritatis - Cahaya kebenaran."
Hari ini adalah kenangan Yesus Kristus yang bercahaya menampakkan kemuliaan-Nya. Pada peristiwa ini Injil mewartakan bahwa ketika Yesus berubah rupa menjadi mulia di hadapan para murid-Nya, wajah-Nya bercahaya dan pakain-Nya menjadi sangat putih berkilat-kilat.
Pastinya, bersama Yesus yang ber-transfigurasi di Gn. Tabor, kitapun diajak bercahaya dengan 3 jalan iman, antara lain:
1.Perjuangan iman:
Gunung menjadi simbol tempat yang insani bertemu dengan yang ilahi: Di puncak Sinai turunlah Sabda Tuhan kepada Musa; di sana juga Musa menerima loh batu , yakni Taurat (Kel 24: 12-18). Nabi Elia juga berjalan 40 hari sampai ke gunung Horeb dan menerima penugasan dari Allah (1Raj 19:8-18). Nah, bukankah naik gunung itu butuh perjuangan, lelah dan menanjak, jauh dan bertahap?
2.Persahabatan iman:
Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes ke atas gunung.Ketiga murid itu juga nantinya ada di taman Getsemani. (Mrk 14:33, Mat 26:37).Yesus juga dihadirkan ada bersama Musa dan Elia. Musa adalah hakim agung yang mewakili Hukum Taurat dan Elia adalah nabi agung di antara para nabi.Yesus tidak sendirian tapi dekat dan bersahabat dengan banyak orang.
3.Persatuan iman:
Di atas gunung, Yesus “berubah rupa” (Yun: metanzorphoõ).Dikatakan bahwa Ia penuh cahaya (Bdk. Bil 6:24-27):“Tuhan menyinari engkau dengan wajahNya dan memberi engkau kasih karunia”. Pastinya, Ia bercahaya karena bersatu.dan berkenan pada BapaNya: “Inilah AnakKu yang terkasih!”
Dalam Pengkhotbah 8:1 disebutkan, hikmat kebijaksanaan membuat wajah orang bersinar dan Yesus jelas hadir sebagai orang yang penuh hikmat kebijaksanaan karena kebersatuanNya yang sepenuh hati dengan Bapa.
Satu hal yang pasti, saat transfigurasi itulah terdengar suara yang memberikan konfirmasi/proklamasi tentang identitas Yesus sebagai Anak Allah.
Ini menegaskan pernyataan yang terdengar pada saat Yesus dibaptis (Mrk. 1:11). Konfirmasi ini juga menyatakan kemuliaan Kristus melebihi Musa dan Elia (Ul. 18:15; Mzm. 2:7; Yes. 42:1).
Selamat berjuang - bersahabat dan bersekutu setiap harinya!
"Dari Jayabaya ke Patih Gajahmada-
Mari bercahaya dengan hidup yang tidak bernoda."
C.
Kutipan Teks Misa:
Tak seorang pun boleh malu terhadap salib Kristus, yang digunakan-Nya untuk menebus dunia (St. Leo Agung)
Antifon Pembuka (Mzm 27:8-9)
Kepada-Mu, ya Tuhan, hatiku berkata, "Kucari wajah-Mu." Wajah-Mu kucari, ya Tuhan, janganlah memalingkan muka daripadaku.
Tibi dixit cor meum, quæsivi vultum tuum, vultum tuum Domine requiram: ne avertas faciem tuam a me.
(Antifon ini dapat diulangi sesudah tiap ayat dari Mazmur 84)
Doa Pembuka
Allah Bapa yang Mahamulia, Engkau telah memaklumkan kepada kami bahwa Yesus Kristus adalah Putra-Mu terkasih. Ajarilah kami untuk selalu mendengarkan dan melaksanakan Sabda-Nya dan berilah kami pengertian akan misteri sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya demi keselamatan kami. Sebab Dialah Tuhan, Pengantara kami yang hidup dan berkuasa bersama Engkau, dalam persatuan Roh Kudus, kini dan sepanjang segala masa. Amin.
Bacaan dari Kitab Kejadian (22:1-2.9a.10-13.15-18)
"Kurban Bapa Abraham, leluhur kita."
Setelah Abraham mendapat anak, Ishak, maka Allah mencobai Abraham. Allah berfirman kepada Abraham, “Abraham.” Abraham menyahut, “Ya Tuhan.” Sabda Tuhan, “Ambillah anak tunggal kesayanganmu, yaitu Ishak, pergilah ke tanah Moria, dan persembahkanlah dia di sana sebagai kurban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” Maka sampailah mereka ke tempat yang dikatakan Allah kepada Abraham. Abraham lalu mengulurkan tangannya, dan mengambil pisau untuk menyembelih anaknya. Tetapi berserulah Malaikat Tuhan dari langit, “Abraham, Abraham!” Sahut Abraham, “Ya Tuhan.” Lalu Tuhan bersabda, “Jangan bunuh anak itu, dan jangan kauapa-apakan dia. Kini Aku tahu bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.” Lalu Abraham menoleh, dan melihat seekor domba jantan di belakangnya, yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Diambilnya domba itu, dan dipersembahkannya sebagai kurban bakaran pengganti anaknya. Untuk kedua kalinya berserulah Malaikat Tuhan dari langit kepada Abraham, katanya, “Aku bersumpah demi diri-Ku sendiri – demikianlah firman Tuhan – Karena engkau telah berbuat demikian, dan engkau tidak segan-segan menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku, maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak, seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya. Melalui keturunanmulah segala bangsa di bumi akan mendapat berkat, sebab engkau mentaati sabda-Ku.”
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, do = d, 3/4, PS 855
Ref. Bawalah kurbanmu bagi Tuhan sembahlah Dia dalam istana yang kudus.
Ayat. (Mzm 116:(5-6.)10.(12-14)15.16-17.18-19; Ul:9)
1. Berbelas kasihlah Tuhan dan adil Allah kami adalah rahim. Orang bersahaja dijaga-Nya, dan yang hina-dina diselamatkan-Nya.
2. Apa balas budiku kepada Tuhan atas anugerah-Nya bagiku? Piala keselamatan akan kuangkat, dan nama Tuhan akan kuserukan.
3. Nadarku bagi Tuhan hendak kubayar di hadapan seluruh umat-Nya. Kukurbankan pada-Mu kurban pujian, dan nama-Mu akan kuserukan.
4. Nadarku bagi Tuhan hendak kubayar di hadapan seluruh umat-Nya. Di dalam pelataran rumah Tuhan, di tengah-tengahmu, ya Yerusalem.
Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma (8:31b-34)
"Allah tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri."
Saudara-saudara, jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Allah bahkan tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya demi kita semua. Bagaimana mungkin Ia tidak menganugerahkan segalanya bersama Anak-Nya itu kepada kita? Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah yang membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka? Kristus Yesus yang telah wafat? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah
Bait Pengantar Injil, do = a, 4/4, PS 965
Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal.
Ayat. (Markus 9:6)
Dari dalam awan terdengarlah suara Bapa, "Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia"
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (9:2-10)
"Inilah Anak-Ku terkasih."
Pada suatu hari Yesus berbicara tentang bagaimana Ia akan menderita sengsara. Sesudah itu Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes, dan bersama mereka naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka, dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang sanggup mengelantang pakaian seperti itu. Maka nampaklah kepada mereka Elia dan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus. Lalu Petrus berkata kepada Yesus, “Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini! Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Petrus berkata demikian, sebab tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan. Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara, “Inilah Anak-Ku terkasih, dengarkanlah Dia!” Dan sekonyong-konyong, waktu memandang sekeliling, mereka tidak lagi melihat seorang pun bersama mereka, kecuali Yesus seorang diri. Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan supaya mereka jangan menceritakan kepada siapa pun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati. Mereka memegang pesan tadi sambil mempersoalkan di antara mereka apa yang dimaksud dengan “bangkit dari antara orang mati”.
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Antifon Komuni (Mat 17:5)
Inilah Putra-Ku yang terkasih, kepada-Nyalah Aku berkenan; dengarkanlah Dia.
Visionem quam vidistis, nemini dixeritis, donec a mortuis resurgat Filius hominis.
(Antifon ini dapat diulangi sesudah tiap ayat dari Mzm 45:2ab,3,4,5,6,7,8,18ab atau Mzm 97:1,2,3,4,5,6,11,12)

Sabtu, 24 Februari 2018



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Sabtu, 24 Februari 2018
Hari Biasa Pekan I Prapaskah
Ulangan (26:16-19)
(Mzm 119:1-2.4-5.7-8)
Matius (5:43-48)
“Deus caritas est - Allah adalah kasih.”
Itulah ensiklik pertama Paus Emeritus Benediktus XVI yang juga saya tulis dalam buku “HERSTORY” (RJK, Kanisius).
Ya, karena Allah adalah kasih, kita juga diharapkan selalu memancarkan wajah Allah yang penuh dengan vitamin “C “-CINTAKASIH.
Jelasnya, seperti Allah yang menjadi “gift/kado” bagi hidup kita, kita juga diajak menjadi “gift/kado” bagi hidup sesama dan dunia kita.
Dalam buku saya, “TANDA” (RJK, Kanisius), ada dua jalan iman supaya kita bisa menjadi “kado” dan berbagi ”kado”, yakni: "KAsihi dan DOakan", bahkan termasuk kepada orang yang menjadi ”musuh”: menyakiti hati/membenci diri kita: “KAsihilah musuhmu dan berDOalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Mat 5:44).
Musuh sendiri bisa berarti seseorang yang kita benci, mungkin karena menyebabkan kerugian-sakit hati-kekecewaan/kejatuhan, dan karenanya mereka ini tidak layak diampuni apalagi dikasihi. Tapi bukankah cinta itu kasih dan bukankah kasih itu adalah inti hukum kristiani?
Pertanyaannya:
Mengapa kita harus menjadi “kado”? Alasannya adalah karena dengan menjadi “kado”, kita bisa menjadi anak-anak Bapa: "Karena dengan demikian kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang jahat dan orang baik dan menurunkan hujan bagi orang benar dan orang yang tidak benar."
Alfred Plummer menulis: “To return evil for good is devilish; to return good for good is human; to return good for evil is divine. To love as God loves is moral perfection." Plummer benar! Membalas kebaikan dengan kejahatan berarti membiarkan iblis memasuki hati kita. Membalas kebaikan dengan kebaikan adalah sesuatu yang insani, sedangkan membalas kejahatan dengan kebaikan adalah sifat ilahi.
Untuk kehidupan kita, rasa sakit hati dan kebencian tidaklah sehat. Kita tidak akan pernah bisa hidup bahagia dalam damai dan sukacita jika kita terus menyimpan dendam dan kebencian. Kita tidak bisa ubah mereka tapi kita bisa ubah cara pandang kita tentang mereka.
Lihatlah bagaimana tindakan Yesus menjadi “kado” di atas kayu salib (wasiat pertama, Luk 23:34). Sudahkah kita juga belajar menjadi “kado”?
"Pak Widodo makan kurma - jadilah kado bagi sesama.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
1.
"Domus Pacis - Rumah Damai".
Inilah nama sebuah rumah singgah buat para imam projo di kota Jogja. Kita juga diajak mjd "rumah damai" dg semangat kasi dan pengampunan.
Adapun hari ini Yesus ajak kt u/mempunyai "rumah damai" dg berbagi "kado" yg punyai 2 jalan cintanya, al:
A.KAsihi musuhmu:
Mengasihi org yg mengasihi kita adl hal yg biasa, tp yg luar biasa, hari ini Yesus ajak kt u/mengasihi musuh, yakni org yg membenci+menyakiti hati, kdg menjatuhkan+menyingkirkan kt. Sulit tp inilah yg dimintaNya spy kt mjd org yg luar biasa dlm Tuhan krn sll hidup dg nada dasar "C", Cinta.
B.DOakan org yg menganiaya kt:
Kt mjd sakit/terluka ktika dianiaya dg kata/sikap/tind yg menjatuhkan+menjelekkan hdp kt: dicap buruk-disingkirkan+dikorbankan.. Bukankah sakit/luka hati kita itu butuh obat spy bisa sembuh? St Thomas Aquinas mengatakan, "doa yg panjang adl obat mujarab."
Ya, Yesus ajak kt u/iklas mendoakan mrk yg menganiaya kt dg hati besar krn dg bgitu kt mjd anak-anak Allah. Ya, Yesus mengajak kt mjd pribadi yg luar biasa dg nada dasar "D", Doa dlm hdp kt stiap harinya..
"Cari arang dan selasih - Jadilah org yg berbelaskasih".
2.
"Misericordia - Kerahiman Ilahi."
Inilah salah satu devosi yang ditekankan pada Tahun Yubileum yang sarat dengan pesan kerahiman.
Adapun hari ini Yesus sang Raja Kerahiman berkata kepada para muridNya: "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." Dengan kata lain: Kita diajak menjadi orang yang memiliki "kerahiman ilahi" dengan memiliki "kado": "KAsihi+DOakan". Kita diajak menjadi "kado", terlebih bagi musuh yakni orang yang menyakiti dan membenci kita. Tidak usah dibalas/digerutu, cukuplah dikasihi dan didoakan.
Bagi banyak orang, musuh sendiri adalah orang yang dibenci karena menyebabkan kerugian-sakit hati-kecewa-terpuruk-gagal dll, bisa rekan seiman dan seimam, serumah/se-tempat kerja.
Yang pasti, akibat adanya musuh, kita malahan bisa dikotori oleh perasaan benci dan keinginan untuk membalas dendam serta menghancurkan orang lain. Atau paling tidak, kita ingin melihat mereka menderita. Manusiawi tapi sebenarnya dengan cara demikian, kita malahan akan selalu dipenuhi perasaan dan pikiran negatif, mudah marah dan tersinggung.
Hari inilah, seperti wasiat Yesus yang pertama di atas salib, yang juga ditunjukkan oleh martir pertama bernama Stefanus, kitapun diajak berani berjiwa besar dengan berseru: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."
Mengapa harus demikian? Karena dengan mengasihi dan mendoakan musuh lah kita menjadi anak Bapa yang menerbitkan matahari bagi org jahat dan orang baik serta menurunkan hujan bagi org benar dan tidak benar.
Seorang penulis, Alfred Plummer pernah berkata: "membalas kebaikan dengan kejahatan= membiarkan iblis masuk di hati kita, membalas kebaikan demgan kebaikan= hal yang insani dan wajar terjadi, tapi membalas kejahatan dengan kebaikan= sifat insani.
Bukankah ini yang dimintaNya, supaya kita menjadi sempurna, mempunyai sifat ilahi? Bukankah rasa benci yang terus dipupuk tidak menyehatkan? Dan, bukankah kita tidak pernah bisa hidup bahagia kalau masih menyimpan dendam dan luka kepada sesama?
"Cari arang di tengah pasar - Jadilah orang yang berjiwa besar."
3.
"Giver"
Inilah julukan yang kerap saya berikan kepada orang yang selalu berani menjadi orang yang "positif", yang selalu berjuang mengasihi-melayani dan mengampuni sesamanya, bahkan sesamanya yang kadang menyakiti hati dengan gosipan-fitnahan/ucapan yang tidak tulus.
Keutamaan "giver" ini berbanding terbalik dengan "taker", yang suka ber-negatif ria, penuh intrik-taktik, palsu dan tidak tulus.
Mengacu pada pesan ilahi hari ini, adapun dua hal yang bisa diperbuat seorang "giver" adalah menjadi "kado", KAsihilah musuhmu dan berDOalah bagi mereka yang menganiaya kalian".
Inilah juga yang dikatakan Yesus sebagai syarat untuk menjadi anak-anak kerajaan surga, yang selalu belajar berpikir positif-sportif dan produktif.
Sebuah cerita tambahan: 12 Mei 2014, dalam salah satu sharingnya, Jorge alias Paus Fransiskus mengatakan bahwa suatu kali, ketika masih frater, ia melakukan bimbingan dengan Bapa Rohaninya. Ia bercerita panjang lebar kalau sedang marah/berkonflik dengan salah satu temannya. Namun, Bapa Rohaninya hanya menanggapi dengan satu perkataan singkat: "Dimmi, tu hai pregato per lui?" (Katakan padaku, apakah kamu berdoa untuknya). Dan Jorge menjadab, "No". Lalu, Bapa Rohaninya melanjutkan, "Abbiamo finito" (Bimbingan kita selesai).
Disinilah, kita diajak untuk berani menjadi "giver" dengan mulai berjiwa besar untuk mendoakan orang lain karena bukankah dengan doa kita juga bisa sekaligus menjadi "teacher/guru" dan "healer/penyembuh" bagi banyak orang dan bagi diri kita sendiri?
"Cari arang di tengah pasar - Jadilah orang yang berhati besar."
4.
"Sanctitas - Kekudusan."
Lima kali dalam kitab Imamat, Allah berkata, “Haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus”. (11:44,45, 19:2, 20:7,26).
Yesus menggemakan tema ini lagi ketika berkata: “Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yg di surga” (Matius 5:48).
Jelasnya, Ia mengajak kita memiliki kasih dan kekudusan sempurna: “berkatilah mereka yang mengutuk kamu dan berbuatlah baik kepada yang membenci kamu”.(Luk 6:27).
Secara insani, kita wajar diajak untuk mengasihi sesama (Im 19:18; Mat 19:19; 22:39; Mrk 12:31; Luk 10:27; Rom 13:9; Gal 5:14; Yak 2:8) dan membenci musuh (Ul 23:6; Maz 139:21,22). Dalam bahasa Qumran:"mengasihi semua orang yang telah dipilihNya dan membenci semua orang yg telah ditolak-Nya (1 QS 1.4). Inilah yang kerap disebut sebagai ajaran lex talionis (mata ganti mata, gigi ganti gigi).
Tapi secara imani, kita dituntut “lebih”, yakni menjadi “kado”: KAsihilah+DOakan musuh.
Bisa jadi, hal ini dikarenakan di dunia ini sudah ada terlalu banyak kebencian dan terlalu sedikit belas kasihan, dimana kita menghabiskan lebih banyak waktu untuk menggerutu ketimbang bersekutu, menghakimi daripada memahami dan menyakiti ketimbang memberkati.
Adapun salah satu cara untuk menjadi kado+“menghancurkan” musuh adalah dengan menjadikannya seorang sahabat. Karena itu, dengan pertolongan Allah, kasihilah musuh, doakanlah dan berbuat baiklah kepada mereka.
Seperti halnya Tuhan, bersiaplah untuk membalas kejahatan dengan kebaikan (Luk 23:34): "Membalas kebaikan dengan kejahatan adalah tabiat Iblis; membalas kebaikan dengan kebaikan adalah tabiat manusiawi; membalas kejahatan dengan kebaikan adalah tabiat ilahi.
"Di Tangerang ada banyak pasar-Jadilah orang yang berjiwa besar."
5.
“Amor vincit omnia – Cinta mengalahkan segala!”
Bicara soal cinta kasih, kita mengingat ajakan Yesus untuk mengasihi musuh. Kasih (agapaō) yg diperintahkan disini ialah kasih yg membebaskan. Kasih itu sejenis dengan tindakan kasih Allah terhadap orang-orang yang memberontak (Yoh. 3:16), sehingga menunjukkan bahwa orang yang mengasihi sedemikian itu adalah benar-benar anak-anak Bapa.
Sebagaimana kasih Allah itu sempurna, tidak kekanak-kanakan, demikianlah kita harus berusaha mendewasakan diri di dalam hal ini (bdg. Ef. 5:1, 2).
De facto, dalam "hukum" dunia, kata "mengasihi" dan "musuh" adalah dua kata yang bertolak belakang, karenanya tidak dapat dipersatukan. Dalam bahasa Inggris, musuh adalah enemy (Lat: inimicus - "bukan sahabat"), orang yang tidak bersahabat karena membenci, menginginkan hal yang tidak baik, menyebabkan jatuh, kecewa, sakit, dsb.
Tapi Yesus mengatakan: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Mat 5:44).
Ajaran mengasihi musuh tidak saja berdimensi teologis-berkenaan dengan aspek imani-tetapi juga berdimensi praktis dan logis karena:
a. Membenci musuh akan merugikan diri sendiri; tidak ada orang yang hidupnya bahagia kalau terus dikuasai kebencian terhadap orang lain.
b.melawan kebencian dengan kebencian sama dengan melipatgandakan kebencian. Seperti gelap yang tidak bisa dilawan dengan gelap, tetapi harus dengan terang.
Terang, walau hanya secercah, akan sanggup menembus kegelapan.
Dengan memahami makna ajaran "KADO": KAsihi + DOakan musuh, kita bisa melihat luka tanpa dendam; kepahitan tanpa amarah; kekecewaan tanpa geram. Kita memandangnya sebagai kesempatan untuk next level sebagai org beriman.
"Ada selasih ada kemiri-Andalkan kasih setiap hari."
6.
Kutipan Teks Misa:
Bentuk cinta yang tertinggi yaitu cinta kepada musuh-musuh kita. (St. Aelredus Abas)
Antifon Pembuka (Mzm 19:8)
Sempurnalah hukum Tuhan dan menyegarkan jiwa. Benarlah kesaksian Tuhan, hikmat bagi orang sederhana.
Doa Pembuka
Allah Bapa yang kekal dan kuasa, arahkanlah hati kami kepada-Mu, agar patuh setia berbakti kepada-Mu. Semoga kami selalu mencari Engkau dan mengamalkan karya cinta kasih. Dengan pengantaraan Kristus, Yesus Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama Engkau dan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Musa menegaskan kepada umat Israel agar tetap setia melakukan ketetapan dan peraturan Tuhan sesuai dengan perintah-Nya sehingga mereka akan menjadi umat-Nya yang kudus sesuai dengan janji-Nya.
Bacaan dari Kitab Ulangan (26:16-19)
"Engkau akan menjadi umat yang kudus bagi Tuhan, Allahmu."
Di padang gurun seberang Sungai Yordan Musa berbicara kepada bangsanya, “Pada hari ini Tuhan, Allahmu, memerintahkan engkau melakukan ketetapan dan peraturan; lakukanlah semuanya itu dengan setia, dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu. Pada hari ini engkau telah menerima janji dari Tuhan: Ia akan menjadi Allahmu, dan engkau pun akan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya, dan berpegang pada ketetapan, perintah serta peraturan-Nya, dan mendengarkan suara-Nya. Dan pada hari ini pula Tuhan telah menerima janji dari padamu bahwa engkau akan menjadi umat kesayangan-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepadamu, dan bahwa engkau akan berpegang pada segala perintah-Nya. Ia pun akan mengangkat engkau di atas segala bangsa seperti telah dijanjikan-Nya, untuk menjadi terpuji, ternama dan terhormat. Maka engkau akan menjadi umat yang kudus bagi Tuhan, Allahmu, seperti yang dijanjikan-Nya.”
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan
Ref. Berbahagialah orang yang hidup menurut Taurat Tuhan.
Ayat. (Mzm 119:1-2.4-5.7-8)
1. Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat Tuhan. Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati.
2. Engkau sendiri telah menyampaikan titah-titah-Mu, supaya dipegang dengan sungguh-sunguh. Kiranya hidupku mantap untuk berpegang pada ketetapan-Mu!
3. Aku akan bersyukur kepada-Mu dengan hati jujur, apabila aku belajar hukum-hukum-Mu yang adil. Aku akan berpegang pada ketetapan-ketetapan-Mu, janganlah tinggalkan aku sama sekali.
Bait Pengantar Injil, do = bes, 4/4, PS 965
Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal
Ayat. (2Kor 6:2b)
Waktu ini adalah waktu perkenanan. Hari ini adalah hari penyelamatan.
Para murid Yesus dipanggil untuk menjadi sempurna seperti Bapa di surga. Kesempurnaan Bapa itu terletak dalam cinta-Nya. Ia berlaku adil. Ia tidak memandang muka dan tidak pilih kasih.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (5:43-48)
"Haruslah kamu sempurna, sebagaimana Bapamu di surga sempurna adanya."
Dalam khotbah di bukit Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuh-musuhmu, dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikian kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga. Sebab Ia membuat matahari-Nya terbit bagi orang-orang yang jahat dan bagi orang yang baik pula, hujan pun diturunkan-Nya bagi orang yang benar dan juga orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sebagaimana Bapamu yang di surga sempurna adanya.”
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.
Renungan
Kita dipanggil untuk menjadi sempurna seperti Bapa di surga. Kita dipanggil untuk membangun sebuah umat yang kudus sesuai dengan kehendak Tuhan dan menjadi umat kesayangan-Nya. Bagaimana upaya kita mendapatkannya? Hal itu dapat kita capai dengan melakukan segala ketetapan dan perintah yang diberikan oleh Tuhan sendiri. Yesus sendiri meminta kita untuk mencintai musuh dan berdoa bagi orang-orang yang menganiaya ita. Modelnya adalah Allan sendiri. Ia menurunkan hujan dan menyinarkan mataharinya, baik untuk orang benar maupun untuk orang jahat. Maukah kita setia untuk melakukan perintah dan ketetapan Tuhan? Maukah kita setia untuk melakukan perintah dan ketetapan Tuhan? Beranikah kita mengasihi dan berdoa bagi orang yang membenci kita?
Antifon Komuni (Mat 5:48)
Tuhan bersabda: Hendaklah kamu sempurna sebagaimana Bapamu di surga sempurna adanya.
Doa Malam
Ya Allah, Engkau berjanji akan mengangkat manusia, umat-Mu, untuk menjadi kudus dan segala berkat akan Kaulimpahkan atasnya. Janganlah tinggalkan kami agar segala usaha, sikap dan tingkah laku kami aman terjaga dan tidak menyimpang dari jalan-Mu. Dengan demikian kelak dapat mencapai kekudusan seperti yang Engkau janjikan. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. Amin.

-----------



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Mendaraskan Mazmur...
Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku menjadi tahir, basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari salju!”
(Mz 51:7).
Selain mazmur 51, beberapa kitab Mazmur dapat menjadi inspirasi bagi kita untuk menyesali dosa-dosa kita dan berbalik untuk menyambut penebusan dalam peristiwa wafat dan kebangkitan Yesus Kristus nanti, yakni:
Maka berikut ini adalah tujuh kitab Mazmur yang berbicara tentang penyesalan.
1. Mazmur 6
Kalimat penyesalan dalam Mazmur ini terdapat pada ayat 5 yang berbunyi: “Sebab di dalam maut tidaklah orang ingat kepada-Mu; siapakah yang akan bersyukur kepada-Mu di dalam dunia orang mati?”
2. Mazmur 32
Ayat 5 dalam Mazmur ini berbunyi, “Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: “Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku,” dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku.”
3. Mazmur 38
Penuh dengan analogi tubuh yang terluka berat, bagian penyesalan dalam Mazmur ini terdapat dalam ayat 6: “Aku terbungkuk-bungkuk, sangat tertunduk; sepanjang hari aku berjalan dengan dukacita.”
4. Mazmur 102
Ayat 2 dalam Mazmur penyesalan yang berikut ini berbunyi: “Janganlah sembunyikan wajah-Mu terhadap aku pada hari aku tersesak. Sendengkanlah telinga-Mu kepadaku; pada hari aku berseru, segeralah menjawab aku!”
5. Mazmur 130
Dalam Mazmur 130 ini, nada penyesalan terdapat dalam ayat 2: “Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara permohonanku.”
6. Mazmur 143
Ayat 7 dalam Mazmur ini berbunyi: “Jawablah aku dengan segera, ya TUHAN, sudah habis semangatku! Jangan sembunyikan wajah-Mu terhadap aku, sehingga aku seperti mereka yang turun ke liang kubur.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
Tuhan, Biarlah RohMu
Menyala Kembali Dalam Hidupku
Mazmur 51 menjadi Mazmur favorit Banyak orang terlebih di Masa Prapaskah, masa pemulihan diri kita dari kekang Dosa.
Dikatakan latar belakang dari Mazmur ini adalah pengalaman Raja Daud ketika menyesali kedosaannya yang berat setelah teguran Nabi Natan kepadanya.
Saya mengutipkan beberapa ayat dari Mazmur 51 itu:
Kasihanilah aku, ya Allah,
menurut kasih setiaMu,
hapuskanlah pelanggaranku
menurut rahmatMu yang besar!
Bersihkanlah aku seluruhnya
dari kesalahanku,
dan tahirkanlah aku
dari dosaku!
Sebab aku sendiri sadar
akan pelanggaranku,
aku senantiasa bergumul
dengan dosaku.
Janganlah membuang aku
dari hadapanMu,
dan janganlah mengambil
rohMu yang kudus dari padaku!
Bangkitkanlah kembali padaku
kegirangan karena selamat
yang dari padaMu,
dan lengkapilah aku dengan roh yang rela!
(Mzm 51:3-5,13-14)
Dari ayat-ayat di atas saya menemukan sesuatu yang menarik yaitu ketika Daud berseru:
"JANGANLAH MENGAMBIL
ROHMU YANG KUDUS DARIPADAKU"
Dari pengalaman Daud kita bisa memperoleh jawaban dari pertanyaan-pertanyaan kita selama ini, seperti:
Mengapa seringkali kita seperti kehilangan gairah hidup,
males ngapa-ngapain,
menjadi dingin sedemikian rupa terhadap siapapun, ilfil, luweh,
sebodo amat, cuek bebek,
Ngak peduli,
dan seribu ungkapan lain yang sejenis.
Mazmur 51 Mungkin bisa memberikan kita salah satu penyebab dari itu semua, yaitu DOSA.
Entah dosa yang kita lakukan sendiri, entah dosa yang orang lain perbuat sampak kita terkena imbasnya.
Dalam Masa Prapaskah ini selain berpantang dan puasa kita juga bisa memohon pada Tuhan untuk membakar kembali semangat kita, biarlah RohNya kembali menyala-nyala dalam hidup kita.
Roh dan semangat inilah yang bisa memulihkan keadaan kita, keluarga dan pelayanan kita. (JS)

SLOT – Biara Claris Singkawang SANG PENDOA GEREJA DAN DUNIA



HIK – HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
SLOT – Biara Claris Singkawang
SANG PENDOA GEREJA DAN DUNIA
"Holy Feast - Misa Kudus
Masa Prapaskah
@ Gereja Fransiskus Asisi Singkawang dan Biara " S L O T " Singkawang.
S ukacita hidupnya
L emah lembut ucapannya
O ptimis harapannya
T uhan jadi andalannya
“Jika engkau seorang kontemplatif, cintamu menjangkau ke seluruh dunia dan engkau mengangkat semua kesakitan, derita dan kebingungan dunia dalam doa dan cintamu. Engkau merupakan bagian dari setiap orang dan segala sesuatu, dan engkau merasakan secara nyata keterikatanmu dengan semua ciptaan”.
Itulah sepenggal ungkapan seorang biarawan Fransiskan, Murray Bodo tentang hidup kontemplatif. Kata kontemplatif sendiri berasal dari “contemplare” (Latin) yang artinya “mengunyah-kunyah”, memandang, memperhatikan, dan mengamat-amati. Memandang disini maksudnya selalu mengarahkan hati kepada Tuhan, dengan berdoa terus-menerus bagi Dunia dan Gereja.
Biara kontemplatif sendiri kerap disebut “jantung hati gereja”. Jantung hati itu tidak kelihatan tapi sangat vital bagi hidup manusia. Begitu pula para rubiah dan rahib yang hidup dalam biara kontemplatif sekalipun tersembunyi, mereka ada dan sangat vital karena menjadi kekuatan pokok bagi Gereja Universal.
Paus Kerahiman Ilahi, Paus Yohanes Paulus II bahkan menempatkan secara khusus dalam kubah Basilika St. Petrus, persis pada jantung Vatikan sebuah biara kontemplatif yang dipersembahkan kepada Bunda Gereja. Setiap lima tahun, tanggung jawab ini diterima oleh suatu Ordo Kontemplatif yang berbeda dan dari komunitas yang berbeda-beda pula dari seluruh dunia (Italia, Kanada, Russia, Bosnia, Nicaragua, dan Philipina).
Untuk itulah, saya merasa sangat bersyukur ketika diminta memberikan retret bagi para suster rubiah dari Ordo Kontemplatif Santa Claris Capusines di Singkawang pada medio Februari 2014 lalu sehingga bisa lebih mengenal seluk-beluk kehidupan di balik tembok biara yang terasa masih sangat asing ini.
A.
Historiografi.
Biara Ordo Santa Klara-Kapusines yang terletak di Jl. Diponegoro No.1, Singkawang Kalimantan Barat dan berada tepat di belakang Gereja St Fransiskus Asisi Singkawang ini mulai berdiri sejak tahun 1937. Adapun Ordo Santa Klara-Kapusines (Ordo Sanctae Clarae Cappuccinarum) didirikan oleh Maria Laurentia Longo, di Napoli Italia.
Ia adalah seorang janda yang lahir di Katalonia sekitar tahun 1463 dari keluarga bangsawan. Terinspirasi oleh cara hidup para Kapusin di rumah Rumah Sakit L’Incurabili, Maria Laurentia Longo memulai suatu cara hidup kontemplatif yang sepenuhnya diabdikan lewat doa.
Untuk kelompoknya itu, ia menggunakan Anggaran Dasar (Regula) St. Klara Asisi (1194-1253) yang adalah pengikut St. Fransiskus Asisi (1181-1226) dan Konstitusi St. Coleta dari Corbie (1381-1447) salah seorang tokoh pembaharu Ordo Santa Klara yang dilengkapi dengan semangat pembaharuan Kapusin. Ini yang membuat mereka kemudian dikenal sebagai suster-suster Kapusin di pelbagai tanah misi.
Adapun keinginan untuk mendirikan biara kontemplatif di tanah misi bermula dari ide Paus Pius XII dalam ensiklik Rerum Ecclesiae (28 Februari 1929), pada pengangkatan St. Teresia Lisieux sebagai pelindung Misi.
Seruan tersebut ditanggapi serius oleh para uskup dan vikaris apostolik di tanah misi, salah satunya adalah Mgr. Tarsisius van Valenbergh. Ia mengundang para suster Klaris Kapusines dari Duivendrecht, Belanda untuk hadir dan mendukung karya misi di tanah “Borneo” (Kalimantan).
Maka pada tahun 1937, hidup kontemplatif dalam klausura dimulai di Singkawang, Kalimantan Barat. Biara Duivenrecht mengirim 9 suster, yakni: Sr. Aloysia, Sr. Benigna, Sr. Gerarda, Sr. Gabriel, Sr. Gemma, Sr. Maria, Sr. Lidwina, Sr. Elisabeth (suster luar) dan Sr. Anna (seorang novis).
Ketika tentara Jepang masuk Indonesia pada tahun 1942, para suster yang semuanya berkebangsaan Belanda ini ikut menjadi tawanan perang dan dibuang ke Sejangkung dan kamp tahanan di Kuching. Baru sesudah Perang Dunia II (1945), mereka dikembalikan ke Singkawang.
Beberapa suster yang kembali, disambut gembira oleh umat Singkawang. Tetapi beberapa gadis yang sudah lama menunggu untuk bergabung dengan para suster, menangis karena dalam penantian yang lama akhirnya mereka dinikahkan oleh orang tuanya. Adapun keadaan biara waktu mereka kembali, sungguh menyedihkan. Ternyata selama masa perang, biara itu dijadikan markas tentara Jepang sehingga banyak yang porak poranda. Hanya satu yang tinggal utuh yakni patung santa Klara yang terbuat dari tanah liat.
Pada tahun 1949, jumlah para suster diperkuat kembali oleh dua suster Belanda yaitu : Sr. Kristina dan Sr. Gabriela yang sampai sekarang masih ada di Biara Providentia Singkawang. Selain itu, pada tahun yang sama mulai masuk seorang calon, gadis Tionghoa yang bernama Phiong Ket Fa (Sr. Fransiska). Dialah suster pribumi pertama. Kemudian pada tahun 1951 seorang gadis dayak bernama Antonia Toni, yang biasa dipanggil Guru Toni oleh para muridnya (Sr. Serafin), juga ikut bergabung.
Menurut Sr Rosa Arel, Abdis (pemimpin biara/pertapaan), para suster senantiasa hidup dalam suasana silentium, supaya menghantarkan mereka untuk masuk lebih dalam (duc in altum) bersama Tuhan dalam keheningan. Inilah yang membuat orang Singkawang menyebut mereka sebagai alo kunyong (suster bisu). Karena “terkunci”, dipingit dan dipisahkan dari dunia ramai, banyak orang di Singkawang juga kerap mengenal mereka sebagai suster “SLOT” yang ternyata memiliki empat ciri dasar: “Sederhana hidupnya, Lemah-lembut omongannya, Optimis harapannya dan Tuhan yang jadi andalannya”.
B.
“S”: Sederhana hidupnya
Mereka hidup sangat sederhana. Hampir setiap hari makan sayur dan jarang sekali makan daging. Mereka juga mengerjakan banyak hal yang sederhana, seperti Sr Angelina (memandikan/menolong suster tua), Sr Skolatika (penjilidan dan perpustakaan), Sr Laurentia dan Sr Agnes (urusan dapur), serta Sr Magdalena dan Sr Lidwina (menjahit, mencuci dan menyiapkan alat liturgi). Tidak ada banyak pengaruh teknologi modern dan kemewahan duniawi.
Bahkan, dulunya dalam semangat Konsili Vatikan I: hanya ada seorang suster yang bertugas untuk urusan luar, dan disebut sebagai “suster luar” karena setiap hari pergi berkeliling ke pasar dan “minta-minta”. Tidak jarang suster ini mendapat penghinaan dari orang-orang di pasar, tetapi ia menanggungnya dengan sabar. Karena itu, ia dikenang sampai saat ini oleh orang-orang tua di pasar yang masih mengenalnya, seperti kata kata St Klara: “Berikanlah keringanan bagi dosa-dosa saya, tapi jangan ringankan keinginan saya mengikuti Yesus Kristus” (Bdk. Mat 13: 44).
C.
"L": Lemah lembut sikapnya
Dalam suratnya kepada St. Agnes dari Praha, St. Klara menggambarkan tugas mereka sebagai “pembantu Allah dan pendukung anggota-anggota yang runtuh pada TubuhNya yang tak terperikan” (SurAg 3:8). Ya, selain mengikuti jejak Kristus, cara hidup kontemplatif juga dimaksudkan sebagai solidaritas bagi mereka yang berjuang di tengah dunia dengan segala gulat-geliat dan ruwet-renteng perjuangannya. Mereka mempersatukan jeritan hati banyak orang dalam hidup dan doa mereka yang penuh kelemah-lembutan.
Dengan demikian hidup yang ter-“slot” bukan berarti memisahkan diri dari dunia demi kesenangan atau keamanan pribadi melainkan untuk membantu dan menghantar banyak orang kepada Tuhan melalui doa-doa dan kesetiakawanan yang lemah lembut dengan banyak orang di dunia ini.
Jelasnya, berdoa menjadi pelayanan utama para suster, karena melalui doa inilah mereka berpartisipasi dalam karya keselamatan. Maka hampir seluruh waktu mereka dikuduskan dengan doa dan pujian yang lemah lembut, baik doa bersama maupun doa pribadi.
Secara bersama adapun tata aturan yang sudah ditetapkan sebagai jadwal harian, yaitu: Ibadat Pagi: 04.20, Misa: 05.00, Meditasi : 05.30-06.30, Ibadat Siang: 11.35, Rosario/Ib. Bacaan: 13.20, Meditasi : 16.30-17.30, Ibadat Sore: 17.30, Ibadat Penutup: 19.15, Ibadat Bacaan : 24.00.
Di tengah padatnya waktu doa dan “ketertutupan” dari dunia inilah, biara mereka selalu terbuka dengan penuh kelemah-lembutan bagi banyak orang yang datang untuk meminta doa, khususnya mereka yang miskin, sakit dan menderita, baik yang datang sendiri maupun yang datang melalui telpon, surat atau email.
D.
"O": Optimis harapannya
Ora et labora! Selain berdoa, para suster juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kebiasaan meminta-minta untuk makan sehari-hari memang tidak lagi diteruskan tapi mereka berusaha melakukan aneka pekerjaan, seperti: berkebun, membuat lilin, membuat hosti, menjahit pakaian misa dan perlengkapan lainnya, membuat rosario, menjilid buku, membuat kue khususnya kue sagon yang terbuat dari remah-remah potongan hosti, dan pekerjaan tangan lainnya.
Semua pekerjaan rumah tangga dilakukan sendiri oleh para suster dengan pembagian tugas secara bergiliran. Disitulah, para suster mewujudkan semangat pelayanan dengan sikap optimis. Bahkan menurut suster tertua disana, Sr Gabriela van Der Velden (93 tahun) yang membantu membuat rosario, dia ingin ketika meninggal semuanya ber-“laetitia”, menyanyikan lagu syukur dan pujian, tidak ada banyak tangisan kesedihan tapi sukacita dalam iman dan mengundang banyak orang miskin untuk ikut bersukacita bersama.
E.
"T" : Tuhan jadi andalannya
De facto, ada saja orang yang berkata: “Mengapa mau jadi suster seperti itu? Tidak bisa keluar dan tidak ada karya nyata yang dapat dilihat dan dirasakan secara langsung. Kalau kamu menjadi ‘suster putih’ (sebutan untuk suster-suster yang berseragam putih) itu lumayan. Bisa dilihat kamu jadi perawat atau guru misalnya. Tetapi kalau jadi suster seperti itu apa yang bisa dibanggakan?” Hanya anak yang bodoh boleh menjadi suster seperti itu!”
Demikian ungkapan keberatan hati beberapa orang bila mengetahui anak gadisnya atau orang terdekat mereka memilih menjadi suster kontemplatif yang ter-“SLOT”, terkurung dalam klausura (pingitan). Mungkin banyak dari antara kita juga bertanya-tanya mengapa ada orang yang mau mengurung diri seperti itu, bukan?
Disinilah, hidup kontemplatif memang tidak mudah karena diperlukan “HIK” - “Harapan Iman dan Kasih” yang sungguh mendalam. Adapun ketika saya memberi retret di biara ini, ternyata ada banyak gambar Kerahiman Ilahi di papan pengumuman mereka. Fenomen kecil ini seakan menyatakan bahwa di atas semuanya, “Tuhanlah satu-satunya andalan!” Bisa jadi, itu juga sebabnya para suster menamakan biara itu “Providentia” sebagai ungkapan kepercayaan mereka pada penyelenggaraan ilahi.
F.
Dum Spiro, Spero.
“Aku berharap selagi aku masih bernafas!”
Para suster SLOT di Singkawang terus tumbuh dalam harapan karena tercandra mulai berdatangan tunas-tunas muda dari berbagai daerah, bahkan dari luar pulau: dari Jawa, Sumatera dan Flores. Gadis-gadis di sekitar Kalimantan pun mulai ada yang tertarik, bahkan Biara SLOT di Singkawang ini sekarang telah melahirkan dua biara baru: Biara SLOT di Kampung Sarikan, Pontianak dan Biara SLOT di Kampung Bejabang, Kapuas Hulu.
Para suster rubiah yang ada juga sangat beragam baik dari segi usia maupun asal usul. Dari segi usia boleh dikatakan cukup ideal karena ada yang termuda: 23 tahun (Sr Lidwina dari Serukam) sampai yang tertua: 93 tahun (Sr Gabriela dari Rotterdam). Sedangkan dari segi asal-usul ada keanekaragaman suku; Dayak, Tionghoa, Flores, Jawa, Sumatera, dan Belanda. Keanekaragaman ini merupakan kekayaan tersendiri di mana perbedaan membuat para suster SLOT dapat ber-“bhineka tunggal ika” dan saling melengkapi lewat empat pilar dasarnya: “Sederhana, Lemah lembut, Optimis dan Tuhan yang jadi andalannya”. Siapa menyusul?
G.
GLOSARIUM:
Klausura
Klausura secara fisik adalah tembok-tembok biara yang melindungi para rubiah atau rahib dari hiruk-pikuk dunia. Itu maksudnya supaya mereka dapat dengan bebas menjalankan aktivitas setiap hari dan menciptakan susana hening sehingga hati dapat dipenuhi dengan doa setiap saat. Klausura secara rohani adalah hati manusia yang berdoa yang terlindung oleh segala godaan dan membentengi diri dengan kekuatan Tuhan.
Silentium
Sebuah kondisi untuk tidak bercakap atau omong yang tidak beraturan dengan yang lain pada waktu-waktu tertentu. Itu maksudnya selain untuk menciptakan keheningan, para rubiah atau rahib dapat juga dengan bebas berdoa dan mengarahkan hati kepada Tuhan.
Ibadat Harian
Doa resmi gereja yang setiap hari didaraskan para biarawan/wati, alokasi waktunya sesuai tradisi biara setempat, yang terdiri dari:
a. Vigili: Ibadat Bacaan (didoakan pada jam 03.00)
b. Laudes: Ibadat Pagi (06.00)
c. Terzia: Ibadat Siang I (jam 08.15)
d. Sexta: Ibadat Siang II (jam 12.00)
e. Nona: Ibadat Siang III (jam 14.30)
f. Vesper: Ibadat Sore (jam 17.30)
g. Completorium: Ibadat Penutup (jam 19.45)
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)